Kraukk.com

728 x 90

my twitter

Follow g1g1kel1nc1 on Twitter

Selasa, 19 Juli 2011

Sulitnya Perjalanan Menuju Curug Malela.

Perjalanan menuju Curug Malela tidak semudah yang saya bayangkan. Jarak tempuh yang harus dilewati menuju lokasi pun amat sangat jauh. Saya mengawali perjalanan dari kabupaten Cianjur – Jawa Barat dan itupun sudah diusahakan untuk berangkat lebih pagi supaya jika tiba di lokasi tidak terlalu siang. Dengan menggunakan mobil Elf yang berkapasitas sekitar 15 orang, kami melewati Padalarang menuju Bandung.

Karena saya duduk di depan , saya dapat mengamati perjalanan yang ada di depan. Sepanjang jalan menuju Bandung, saya melihat sebuah angkot yang tidak biasa menurut saya. Kalau di Jakarta, mobil angkot yang sering saya lihat , pintu masuk dan keluar penumpang ada di samping tetapi tidak dengan angkot yang ada di Cianjur. Pintu angkot untuk turun dan naik penumpang ada dibelakang, jadi , sekilas mirip oplet. Tetapi warna cat mobilnya hijau kuning.

Perbatasan Bandung dan Cianjur di batasi dengan sebuah jembatan besi dan dibawahnya sungai besar mengalir. Supir yang mengendarai mobil sih mengatakan itu adalah sungai Citarum. Menurutnya pula, sungai Citarum berhubungan erat dengan kisah legenda Sangkuriang.

Ketika memasuki kawasan yang berkelok-kelok tetapi dikelilingi lagi dengan bukit kapur, saya diberitahukan oleh pak supir kalau perjalanan sudah sampai di Padalarang. Waah.. saya terkesima dengan pemandangan ketika melewati jalan di hadapan saya. Terdapat banyak tempat pertambangan kapur. Dan uniknya lagi , mobil truk yang digunakan untuk mengambil hasil tambang tersebut, bagian depannya seperti moncong buaya.

Saya juga diberitahu oleh supir , kalau diatas bukit ada sebuah pedang yang tertancap ke tanah. Menurut ceritanya sih, tidak ada seorangpun yang bisa mencabutnya. Hm.. Entah legenda apa dibalik benda tersebut, sebab banyak versi cerita , tetapi saat kepala mendongak hendak memperhatikan bentuk pedang yang menancap kuat di atas bukit itu , benda tersebut seperti terbuat dari baja dan mengkilap.

Tidak jauh dari bukit tersebut , ada sebuah cagar alam yang digunakan sebagai tempat wisata susur goa atau Caving, yakni Goa Pawon. Disekitar kawasan tersebut kerajinan warga setempat tak lain ukiran dan pahatan batu dari batu-batu besar yang berasal dari bukit-bukit kapur disekitarnya. Ukiran dan pahatan batu kapur tersebut kemudian dijual dipinggir jalan, berharap kendaraan yang melintasi Padalarang mampir untuk membelinya.

Untuk mempersingkat perjalanan, mobil yang saya naiki ini masuk tol Baros menuju Cimahi. Keluar dari pintu tol, perjalanan menuju Batujajar melewati jalan Kierkof ( mungkin benar neh ejaannya ). Jalannya tidak begitu rata dan dipakai untuk dua arah. Saya kira dari jalan ini akan segera menemukan curug, ternyata saya salah, perjalanan masih jauh! Harus melewati jalan kecil yang bernama Cangkorang lalu menemukan Pasar Batujajar.

Menyedihkannya, sudah jalannya dipakai dua arah eeh, salah satunya sedang diperbaiki. Terpaksa deh arus kendaraan jadi macet dan gantian melewati satu jalur yang sudah rapi diperbaiki. Belum lagi, kemacetan ketika tiba di Pasar Batujajar. Menurut keterangan orang bertugas mengatur kendaraan di pertigaan jalan, Curug Malela masih jauh sekitar 50 KM lagi. Glek!

Waktu sudah menunjukan pukul 10 pagi , tetapi belum sampai juga di lokasi curug. Akhirnya setelah melewati Batujajar, sampai di Cililin. Saat bertanya lagi dengan tukang ojeg di pertigaan Cililin, perjalanan masih jauh dan melewati Gunung Halu. Ternyata sangat jauh. Aduuh .. kapan sampainya ini.. keluh saya dalam hati.

Setelah memasuki tempat yang namanya Gunung Halu ( mungkin sebuah nama kecamatan ) sudah mulai masuk pedesaan. Tidak ada lagi yang namanya Pom Bensin, makanya kasihan pak supir sewaktu pulang, keadaan bensin sudah hampir habis. Mungkin kalau perginya naik motor masih bisa beli bensin eceran yang dijual dirumah penduduk, sehingga tidak begitu kawatir.

Herannya lagi, tidak ada petunjuk yang membantu arah menuju Curug Malela, padahal namanya sudah mulai terdengar di dunia Internet dan majalah dengan bahasa Inggris. Petunjuk arah satu-satunya yang saya lihat ketika melewati Jalan Kierkof itu saja! Belum lagi ketika melewati terminal yang dijaga orang-orang berseragam , harus mengeluarkan uang saat melewati jalan tersebut dan mereka akan menunjukan arahnya.

Saya pun memperhatikan jalan kalau-kalau ada petunjuk menuju curug. Empat jembatan besi sudah dilalui dan selanjutnya adalah perjalanan seperti dunia lain yang tak tersentuh modernisasi. Jalan yang hancur parah dan belum terkena aspal. Tentu saja penumpang akan terguncang saat duduk manis di dalam mobil. Setiap ada pertigaan jalan , tak segan-segan kami bertanya kepada penduduk setempat.

Jawaban yang beragam mengenai jarak tempuh menuju curug dan kondisi jalan yang tidak bagus, sempat membuat kesal pak supir. ‘Tempat wisata koq jalannya seperti ini!” Demikian keluhnya. Bahkan ketika sebuah truk dari arah berlawanan memaksa lewat padahal sebelah kiri mobil yang saya naiki sudah berupa gundukan tanah , tetap saja truk itu tidak memberi jalan. Maka dibiarkan saja truk itu lewat tetapi tidak dapat dan sangat rapat dengan mobil elf. Akhirnya truk tanah itu mundur lagi dan memberikan mobil kami jalan. Hihi… saya dan pak supir ketawa cekikikan. Rasain!

Karena terlalu jauh perjalanannya, akhirnya sekitar pukul 12.30 , mobil beristirahat di salah satu warung milik warga. Terus terang saja neh, kalau mau cari tempat makan yang mirip restoran susah banget, yang ada hanya warung-warung kecil terbuat dari anyaman bambu atau kayu. Saya pun numpang ke kamar mandi untuk pipis ketika tiba warung tersebut.

Awalnya si ibu pemilik warung kaget ketika rombongan mobil Elf turun. Dia pikir kami ini dari PT ( sebutan untuk para petugas perkebunan ), pantesan mukanya si ibu tegang amat. Ketika saya jelaskan kalau kami mau ke curug Malela baru senyum deh. Apa orang PT itu menakutkan ya?? Hehe.. jadi ingin tau :p . Seperti mendapat rejeki besar si ibu menghitung uang yang telah diterima dari kami hehe.. soalnya ketika mobil siap berangkat, saya melirik si ibu pemilik warung. Syukur deh, kan jadi ada penghasilan lebih.

Setelah berjalan cukup lama, ada petunjuk arah menuju Curug Malela tetapi berupa papan nama terbuat dari triplek dan diberikan tiang lalu ditancapkan di pertigaan jalan. Aduuh.. kalau saya gak ngeh lihat tulisan itu bisa nyasar deh. Paling tidak, petunjuk tersebut dapat membawa kami sampai bertemu perkebunan teh Montaya atau desa Cicadas. Soalnya saya sudah pegel duduk terus tetapi tidak sampai-sampai.

Setelah melewati sebuah kantor Telkom , dan juga menemukan perkebunan teh yang luas sampai deh ketemu pangkalan ojek Malela. Itu pangkalan ojek memang menyediakan jasa buat pengunjung yang ingin ke curug. Mobil memang sudah tidak bisa masuk ke dalam karena jalannya rusak parah dan desa Cicadas masih jauh. Di depan sudah kantor PT PN VIII Montaya.

Perjalanan tetap dilanjutkan walaupun beberapa tukang ojeg mengikuti dari belakang. Dan ketika sampai di pertigaan , sudah mulai dihentikan oleh kawanan tukang ojeg. Mobil mau tak mau harus parkir ditempat tersebut karena perjalanan menuju pintu gerbangnya saja sudah rusak parah dan berbatu tajam. Dan memang betul, kalau bukan mobil khusus offroad atau truk tronton milik tentara mungkin tidak bisa melewatinya – bisa hancur deh body dan mesinnya.

Mulai deh terjadi tawar menawar ojeg supaya antar sampai ke pintu masuk curug. Mereka awalnya minta harga Rp 60.000 per motor tetapi akhirnya jadi Rp 40.000 per motor dan itu sudah PP. Saya naik di salah satu motor dan ketika melewati sepanjang jalan menuju pintu gerbang Curug yang berada di desa Cicadas, waah.. seperti terlempar tubuh saya!

Seru , menegangkan dan tak henti saya mencengkram pinggang tukang ojeg saya. Hihii… pengalaman yang gila! Tukang ojengnya banyak cerita dan sedikit mencela tubuh saya yang gendut “Mba, beratnya berapa?”,..katanya berat , parah neh!

Tapi akhirnya tiba juga di parkiran yang isinya motor. Ckckck… Pegel badan saya. Tetapi perjalanan belum selesai, masih harus menuruni bukit untuk menuju curug Malela. Awalnya sih jalannya bagus karena sudah disemen. Ketika menuruninya pun semangat tetapi ketika menuju bale malela waahh ampun deh… ternyata jalannya masih alami alias tanah dan hutan!

Pelan-pelan saya menuruninya tetapi dari kejauhan air terjun yang katanya mirip Niagara itu sudah terlihat. Saya bertemu dengan seorang ibu dan ia bilang masih setengah perjalanan lagi menuju Curug. Wah harus kejar waktu neh, mengingat perjalanan menuju ke tempat ini saja jauhnya minta ampun.

Pemandangan di sekitarnya sangat bagus dan dikelilingi hutan yang masih alami. Saya juga melewati persawahan dan jembatan kecil. Ada juga jalan yang sudah dibuat bagus dengan semen beton, tetapi selanjutnya tetap tanah. Melewati sebuah lubang kecil dan berpegangan bambu upphh akhirnya saya tiba di kaki curug. Senangnya!

Percikan air terasa dari air terjun yang seperti Niagara itu. Saya melewati aliran air sungai dan naik diatas batu agar dapat menikmati indahnya air terjun atau Curug Malela. Gak nyesel deh bisa mengetahui ada tempat yang seindah ini walaupun susah sekali aksesnya untuk ke tempat ini. Namun sayang, di balik batu terdapat sampah makanan. Apalagi di atas batu, berceceran butiran nasi dari pengunjung yang habis makan disini. Aliran air dari curug pun tidak sepenuhnya bening, tetapi ada yang coklat.

Setelah puas berfoto dan menikmati air serta panorama curug, saya kembali ke tempat parkiran motor di atas sana. Wuiiihh.... saat kembali adalah mendaki. Aduuh,.. udah ga kuat lagi, kaki mulai gemetaran dan pandangan mulai kunang-kunang. Sudah lama tidak melalukan perjalanan, apalagi ketika melewati jembatan kecil, rasa takut kembali timbul hihi..

Akhirnya dengan bersusah-susah sampai juga di bale malela. Di tempat ini ada sebuah rumah saung yang mungkin digunakan untuk ganti pakaian. Dan di tempat ini ada tukang ojeg yang bersedia mengantar pengunjung yang sudah tidak mampu melanjutkan perjalanan lagi.

Dengan ongkos Rp 10.000 saya naik ojeg sampai ke atas. Deg deg plus ngeri deh ketika motor melewati jalan sempit dan dipinggirnya jurang. Ketika tiba disebuah tanjakan yang miringnya sekitar 40 derajat dengan kondisi jalan tanah dan berbatu, duuh saya mulai luncurkan doa-doa.. Tuhaan… selamatkan saya…

Tukang ojegnya mulai ancang-ancang dan menyuruh saya lebih maju duduknya jangan terlalu ke belakang. Saya pegangan erat dipinggangnya saat gas sudah dinyalakan dan motor siap meluncur, saya mulai tutup mata. Saya rasakan badan saya terguncang di atas jok motor saat motor bergerak melewati tanjakan. Eh tapi seru dan saya tertawa setelah melewatinya.. waah gila! Ketika saya tanya berapa kecepatannya untuk bisa melewati, tukang ojeg itu menjawab kecepatannya 60,...

Tiba diparkiran saya menunggu teman-teman yang lainnya. Lucunya neh , saat saya ingin naik ojeg yang antar saya eeh rem motornya macet. Sudah siap di jok motor terpaksa deh saya turun lagi. Dipaksa dan dicoba berulang kali tetap tidak bergerak roda belakangnya dan akhirnya ganti dengan motor lain.

Ketika turun menuju parkiran mobil, saya pakai motor matic waah heran aja, kuat ga neh bawa saya , ngerinya bannya meletus dijalan. Eh ternyata motor maticnya kuat loh dan lincah. Saat jalan menurun pun dapat melewati jalan yang berbatu itu apalagi membawa saya yang bertubuh besar.

Ppffh.. akhirnya tiba juga diparkiran mobil. Tapi sayang, warung satu-satunya ditempat itu tidak ada kamar mandinya untuk ganti baju. Tetapi, dari basa basinya tukang ojegnya sih kalau sekiranya perlu menginap, dapat memakai rumah penduduk disekitarnya. Soalnya tempat penginapan atau vila kayak di puncak tidak ada disana.

Badan pegel dan lemes mengakhiri perjalanan saya dari Curug Malela dan ketika pulang pun melewati jalan yang sama. Setelah irit dengan tidak memakai AC selama perjalanan, akhirnya di Cililin terdapat pom bensin dan mobil yang saya naiki dapat mengisi full tangkinya, tetapi bukti bonnya masih bon tulis bukan print out. Benar – benar sebuah perjalanan yang melelahkan!

Penulis : veronica setiawati
perjalanan tanggal 16 – 17 Juli 2011
foto-foto milik pribadi penulis di pages FB Catatan Perjalanan di album Curug Malela
mail to : g1g1kel1nc1@yahoo.com.au

2 komentar:

  1. dari jalan utama menuju curug malela berapa lama perjalanannya?

    salam kenal ya,:D

    BalasHapus
  2. salam kenal..
    mau tanya itu naik elf dari Jakarta berangkat jam berapa?
    trus naik ojek sampe menuju tempat jalan kaki ke curugnya juga berapa lama?
    menghabiskan bensin berapa banyak untuk Elfnya seharian itu?
    thanx sekali untuk infonya.

    Atau kalo ga keberatan boleh minta no hp nya?

    Thanx
    Yuliana Pratiwi

    BalasHapus

terima kasih atas komentar anda :)