Kraukk.com

728 x 90

my twitter

Follow g1g1kel1nc1 on Twitter

Selasa, 24 Mei 2011

Resensi buku : My Life Is An Open Book by G. Lini Hanafiah

Judul Buku : My Life Is An Open Book
ISBN : 978-979-18815-0-0
Penulis : G. Lini Hanafiah
Editor : L.Bekti Gojagie; Disain sampul & layout : G. Danny Koestijo
Diterbitkan oleh @2008 Via Lattea Foundation http://www.via-lattea.org
Kota Harapan Indah Blok HL No.8, Pejuang, Bekasi
Publikasi pertama ( e-book), Maret 2008
Cetakan pertama, November 2008
Cetakan kedua, Maret 2009



Fan page ada di http://www.facebook.com/MyLifeisAnOpenBook

===========
My Life Is An Open Book adalah sebuah judul buku yang ditulis oleh G. Lini Hanafiah. Lewat buku inilah untuk pertama kalinya, saya mengenal Lini dan bergabung dengan komunitas Yuk Nulis!. Kemudian berlanjut pada kopi darat sewaktu ulang tahun ke dua Yuk Nulis!

Awal mulanya saya membeli buku ini adalah dari website Senakel di multiply. Saya baca sedikit synopsis dari buku yang bercover ungu ini, lalu saya memesannya melalui penulisnya. Walaupun dengan waktu yang agak lama karena sedikit masalah dipengiriman, akhirnya buku tersebut dapat sampai kerumah saya.

Beberapa hari yang lalu ketika saya membaca kembali isi buku ini, saya jadi ikut terharu membacanya. Perjalanan hidup penulis diungkapkan dalam buku setebal 251+xi halaman. Kisah suramnya di masa kecil karena perhatian dan kasih sayang dari sang mama yang tidak berimbang. Akhirnya membuat dirinya tumbuh menjadi seorang gadis yang pemberontak.

Setelah meninggalnya papa tercinta , ia semakin ingin keluar dari rumah dan dari segala aturan yang dibuat oleh sang mama. Menikah, adalah cara yang ditempuhnya untuk dapat bebas. Seperti yang dikatakan oleh sang Mama , bila ia sudah menikah , maka sudah bukan tanggung jawabnya lagi. Cerita pejalanan pernikahan penulis yang sungguh mengharukan buat saya. Dan dikisahkan akhirnya ia memilih pindah keyakinan, yang membuat dirinya semakin dikucilkan oleh Abang dan Mamanya.

Penulis menceritakan isi hatinya melalui buku ini, dengan berbesar hati ia mengulang kembali setiap peristiwa dan kejadian yang tidak mengenakan, sejak ia kecil sampai menjadi seorang ibu dari dua orang anak. Pada bagian akhir dari buku ini, penulis menjelaskan dirinya yang sering melamun karena menuliskan kembali kisahnya. Emosinya juga kembali mencuat saat mengingat rentetan yang terjadi antara ia dan mamanya.

Tetapi ibu kost YukNulis! Ini mampu berbesar hati atas apapun yang telah ia tulis. Perhatian dan kasih sayang yang besar ia curahkan kepada dua anaknya agar hal yang suram pada dirinya, tidak terjadi kepada dua anaknya. Oleh sebab itu ada beberapa bagian cerita dari buku ini terkesan, penulis terlalu ketat menjaga anaknya.

My Life Is An Open Book, hendaknya dibaca secara objektif dan anggaplah membaca sebuah novel. Padahal buku ini adalah sebuah kisah perjalanan seorang anak, ibu dan anak menantu. Memang ada beberapa sisi yang terkesan penulis terlalu “kurang ajar” terhadap sang Mama, tetapi saat membaca buku ini, akan mengerti mengapa ia sampai seperti berbuat demikian.

Kesepian tanpa kasih seorang mama, ketidakpedulian seorang mama terhadap gadis kecilnya yang ingin diperhatikan, dimanjakan dan diperlakukan sama seperti abangnya, itulah yang diungkapkan olehnya. Sampai ia berpikiran kalau ia adalah anak yang tertukar dirumah sakit atau anak tiri, karena golongan darah yang berbeda dari kedua orangtuanya.

Lalu ketika penulis menjadi seorang ibu, dengan bangga ia bercerita yang telah ia alami. Proses yang menegangkan saat melahirkan kedua anaknya. Perjuangannya bersama keluarga kecilnya dalam membangun keluarga, serta kedekatannya dengan keluarga mertua dan kedekatannya dengan mama mertua yang sudah sebagai mama kandungnya sendiri. Begitu haru diceritakan. Seakan buku ini adalah sisi penulis dibalik wajahnya yang penuh senyum dan suaranya yang cempreng dan tak pernah diam.

Bahasa yang enak dibaca dengan alur cerita yang maju kemudian disatu bagian penulis akan mundur atau flashback lagi ke peristiwa di belakang. Tetapi di dalam buku ini, penulis juga menuturkan opini atau pendapatnya mengenai sesuatu yang umum di masyarakat. Pikiran dan sikap yang kritis serta tegas dan konsekuen akan apa yang dipilih serta dijalani, memang terlihat jelas dalam setiap kalimat yang ditulisnya.

Akhir buku My Life Is An Open Book penulis tetap membiarkan kisah masa depannya dengan mama dan abangnya menjadi misteri. Sebuah doa yang tulus ditulisnya untuk sang mama. Saya pun berharap agar kasih sayang yang selama ini ia rindukan dari keluarganya dapat sepenuhnya didapatkan.

Sebab seperti yang penulis tegaskan dalam bukunya bahwa Tuhan itu tidak tidur, nasib bisa dirubah dan ia telah membuktikan dan telah membuatnya menjadi baru!

Selain itu pada lembaran akhir dan cover belakang buku dapat dibaca komentar berbagai kalangan setelah membaca kisah penulis dalam bukunya My Life Is An Open Book.

Jkt,24 Mei 2011
Veronica Setiawati
http://veronicasetiawati.blogspot.com

Selasa, 17 Mei 2011

Resensi Buku : CEWEK!!! by Esti Kinasih

RESENSI BUKU VIII
CEWEK!!! by Esti Kinasih

ISBN 979-22-1515-8
Novel teenlit GM 31205022 ; Harga Rp 43.000
Judul buku : Cewek!!! /Esti Kinasih-Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2005,432 hlm,20cm
Cetakan ke tiga : Juni 2006
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama pertama kali diterbitkan Agustus , 2005

Mempunyai kekasih seorang pecinta alam yang setiap malam minggu lebih memilih naik gunung dari pada menemani kekasihnya, membuat Langen kesal. Sejuta alasan dan larangan yang dibuat oleh Rei setiap malam minggu.

“Tempat yang aman bagi seorang perempuan adalah di dekat orangtua dan keluarganya. Digunung itu tempat yang berbahaya dan banyak binatang buas” itulah yang selalu diucapkan Rei setiap kali ia tidak bisa datang di malam minggu. Dan berbagai macam alasan Rei agar Langen tidak dapat ikut bersamanya. Langen kesal dan jiwa pemberontaknya keluar.

Ditambah lagi begitu ia mengetahui dari Fani sahabatnya sewaktu SMA, bahwa Josephine dan Marsya, dua cewek kampus yang terkenal mempunyai body aduhai, ikut serta dalam pendakian cowo-cowo mereka, Rei dan Bima. Semakin terbakarlah marahnya, akhirnya ia ingin membuat perhitungan kepada dengan mengajak Fani.

Mau tak mau, genderang perang atas ketidakadilan ini dikumandangkan oleh Langen dan Fani. Dengan melibatkan Febi yang notabene masih keturunan ningrat tulen, yang masih memegang prinsip teguh perempuan hanya boleh mendengar dan percaya dengan apa yang dikatakan lelaki, yang juga memiliki kekasih pencinta alam juga bernama, Rangga, sahabat kekasih Langen dan Fani.

Usaha Langen tidak sia-sia membujuk Febi untuk dapat masuk ke dalam “perang gender” yang dibangun Langen dan Fani. Dengan sedikit bantuan otak tak waras Salha dan sungguh membuat rahasia Rangga terbongkar bahwa selama ini , ia menduakan Febi! Usaha berhasil dan Febi ikut dalam pertarungan menantang para kekasih mereka yang memang pendaki itu untuk Kebut Gunung. Siapa cepat sampai ke puncak!

Kisah seru dan menegangkan diceritakan oleh Esti Kinasih selama ketiga gadis yang belum pernah sama sekali naik gunung, dituntun dan dilindungi sekali oleh Iwan dan keempat teman-temannya saat menuruni tebing gunung. Mereka menempuh jalur yang tidak biasa dilewati oleh para pendaki gunung untuk sampai ke puncak. Dan dengan susah payah serta air mata mereka sampai dipuncak gunung.

Di dalam kisah duel ini, Esti Kinasih dapat membuat pembacanya tertawa terpingkal-pingkal. Bagaimana seorang Febi yang tampak seharian sebagai gadis ningrat, diperlakukan dengan sangat hormat ketika mendaki gunung sampai akhirnya dia dapat merasakan kebebasan yang tak ia dapatkan di rumahnya. Belum lagi ketika Fani memberikan julukan kepada Bima, adalah seorang genderuwo karena perawakannya yang tinggi besar dan penuh dengan bulu , codet dipipi dan berambut panjang.

Belum lagi kekonyolan yang Salsha sahabat mereka yang membuat cerita ini semakin gila penuh dengan tawa. Di awal bukunya , memang Esti Kinasih menegaskan jika ada dari bukunya yang “sedikit nakal” itu karena bujukan dari dua orang temannya.

Memang ada beberapa bagian cerita yang buat saya keterlaluan. Karena cowo-cowo itu kalah dalam tantangan Kebut Gunung, mereka mencari tahu siapa orang-orang yang telah membantu mereka dengan cara menculik Fani, mengintimidasi Langen dan juga Salsha.

Sebagai penulis seakan membawa pembacanya turut dalam perang ego dan trik-trik yang dibuat oleh Rei, Rangga dan Bima. Patut diacungi jempol , bahwa tokoh Bima sangat berperan didalam kisah petualangan bertajuk “Cewek!!”. Dialah yang paling pintar menganalisa dan cerdik mengatur strategi. Apalagi saat ia mencari tahu keberadaan Langen setelah Kebut Gunung itu ia dan Rei mengakhiri hubungan mereka.

Suasana permusuhan diantara mereka semakin memanas sejak tantangan Kebut Gunung. Para cowo itu belum juga mendapatkan informasi siapa saja orang-orang yang telah membantu Langen , Fani dan Febi hingga dapat berhasil sampai ke puncak. Belum lagi cara mereka tidak sangat umum dan Bima menyadari itu walaupun ia curiga dengan Iwan Cs yang ia temui sewaktu dipuncak, namun ia belum berani memastikan.

Akhirnya mengajukan perang terbuka kembali dengan Rei, Bima dan Rangga. Langen Febi dan Fani menantang mereka Kebut Gunung. Kali ini dengan kesulitan yang cukup tinggi dan waktu bertahan mereka hanya dua jam saja!

Lalu bagaimanakah pertempuran gender diantara mereka? Apakah Langen , Febi dan Fani berhasil mengalahkan cowo-cowo mereka yang memang pendaki gunung itu? Baca kisah serunya di buku setebal 423 halaman ini. Dan bersiaplah masuk ke dalam dunia petualangan mendaki gunung yang seru dan menegangkan sambil tertawa ketika membaca tiap kata dan kejadian dari buku ini.

Jakarta, 14 Mei 2011

Veronica Setiawati
http ://veronicasetiawati.blogpsot.com
mail to : mawarputih23@gmail.com

Maria Bunda Pendamai-Sebuah buku terjemahan dari Buku Mary, Mother of Reconciliations

RESENSI BUKU IX
Maria Bunda Pendamai
Diterjemahkan oleh Adhi Pratama
A
Sebuah buku terjemahan dari Buku Mary, Mother of Reconciliations, Mother Teresa of Calcutta and Brother Roger of Taize. A.R Mowbray&Co.Ltd,Saint Thomas House, Oxford,1987

ISBN 979-672-098-1
Cetakan ke -7 tahun 2004
Penerbit : Kanisius Jl. Cempaka 9 Deresan, Yogyakarta 55281
Harga Rp 6.800

Sebuah buku renungan yang saya miliki lagi. Di dalamnya tertulis renungan terdalam tentang seorang Maria yang ditulis hingga menyentuh kalbu oleh dua rohaniwan yakni Mother Teresa dan Brother Roger.

Buku yang sudah diterjemahkan ini memiliki 79 halaman dan berisi dua bagian renungan dari Mother Teresa dan dua bagian renungan dari Brother Roger. Mother Teresa dan Bruder Roger menjelaskan dalam tulisannya tiap bagian mengenai Bunda Maria melalui kisah mereka sehari-hari.

Perenungan yang dalam dari kedua tokoh ini, bagaimana mereka dapat menjumpai Bunda Maria lewat peristiwa yang mereka alami serta peranan Bunda Maria di dalam gereja serta pengaruhnya bagi dirinya sendiri.

Selain cerita renungan, terselip doa-doa Serta riwayat singkat dari masing-masing penulis diakhir buku ini. Tulisan dalam buku ini sangatlah sederhana dan begitu menyentuh. Buku ini juga tidak begitu tebal sehingga dapat dibawa kemana-mana bila sedang membutuhkan perenungan tentang sosok Bunda Maria, dapat membacanya kapan saja.

Jakarta, 14 Mei 2011

Veronica Setiawati

Berkelana Di Kota Satria

Menyenangkan buat saya dapat mengunjungi kota Satria di tengah pulau Jawa ini. Tempat yang sama sekali belum pernah saya kunjungi tetapi menyimpan banyak tempat wisata yang layak dikunjungi.

Curug Cipendok

Pernahkah berkunjung ke Curug Cipendok? Perjalanannya lumayan jauh sekitar 15 KM dari kota Purwokerto. Tetapi bila tiba disana hmm… rasa lelah itu akan hilang dengan sendirinya. Pesona alamnya begitu memukau karena masih sangat alami.

Curug Cipendok terletak di Desa Karang Tengah, Kecamatan Cilongok. Hanya sayangnya kendaraan umum yang menuju tempat wisata ini belum tersedia. Dari sepanjang jalan menuju lokasi, akan terlihat pemandangan yang sangat memukau. Pegunungan dan sawah-sawah milik penduduk serta udara yang masih segar memacu semangat untuk cepat sampai.

Walaupun sepanjang jalan masih terdapat hutan yang cukup lebat, tetapi pengunjung atau siapapun yang datang dilarang berburu disana. Sekitar satu setengah jam perjalanan dengan menggunakan kendaraan motor akhirnya tiba di pintu gerbang. >Pengunjung yang akan masuk melihat air terjun tersebut dikenai biaya sebesar Rp 6.000 per orang dan tentunya tiket kendaraan juga. Harga tersebut pada saat saya berkunjung ke sana sekitar tahun 2009.

Dari pintu gerbang, masih menempuh jarak kurang lebih 500 meter lagi untuk sampai di halaman parkir. Melelahkan tetapi menyenangkan dan udara yang sejuk menyapa saya. Tak sabar rasanya untuk menaiki anak tangga menuju curug. Upps.. nafas saya tersengal-sengal saat menaiki beberapa anak tangga.
Di tengah perjalanan, saya bertemu sebuah tempat berjualan dan sebuah gazebo di dekat warung-warung kecil tersebut. Hmm.. pemandangan yang terlihat dari sini sangat indah. Ada beberapa air terjun kecil sudah terlihat dari tempat ini. Tapi tampaknya
Dari tempat jualan ini, saya meneruskan perjalanan lagi. Waah sudah terdengar suara gemuruh dari air terjunnya. Dan benar saja ketika tiba di jarak yang sangat dekat , pemandangan yang indah dan memukau dari Curug Cipendok. Hembusan air menerpa wajah dan seketika membuat pakaian saya menjadi basah.

Tinggi air terjun ini kira-kira 100cm dan deburannya cukup keras jatuh menimpa air dibawahnya. Disekitar air terjun pun tidak ada tempat yang kering. Belum lagi hembusan angin membawa percikan air membasahi semua permukaan disekitar curug. Tak sabar rasanya , saya bergegas turun ke bawah mendekati air terjun.
sulit untuk datang ke sana.Saya hanya mampu melihatnya dari jauh.
Saya berjalan perlahan dan berpegangan pada tiang peyangga disebelah anak tangga.
Dengan kondisi yang sangat licin , saya menuruni batu-batuan yang sudah basah dengan air itu dengan sangat hati-hati. Seketika saja seluruh tubuh saya sudah basah dengan air karena hembusan dari titik air yang dibawa oleh angin.

Saya tidak berani mendekati air terjun karena terlalu berbahaya dan sangat dalam airnya. Begitu melihat ke atas serasa melihat air jatuh dari langit dalam jumlah yang sangat besar. Dinginnya air dan hembusan angin membuat saya semakin menggigil. Setelah puas bermain air di sekitar air terjun, saya kembali ke tempat parkir dengan keadaan basah kuyup.

Telaga Pucung.

Selain Curug Cipendok, masih ada lagi tempat wisata yang tidak jauh letaknya yakni Telaga Pucung. Sebuah tempat yang dibangun oleh Perhutani sebagai tempat wisata alam yang baru. Hanya sayangnya sewaktu saya datang mengunjungi tempat tersebut masih belum terawat dengan rapi.

Dari pintu masuk menuju telaga dapat ditempuh dengan berjalan kaki. Banyak beraneka tumbuhan dan sudah diberikan nama di batang pohon, sehingga pengunjung yang datang dapat membacanya. Ketika sampai di telaga, akan melihat perbukitan dengan hutan yang masih sangat lebat. Tetapi disekitar telaga sudah terdapat beberapa rumah yang dibangun untuk tempat menginap.

Tempat ini sangat sepi dari pengunjung entahlah apa mungkin mereka belum mengetahuinya atau belum ada promosi untuk tempat wisata ini. Ya sangat disayangkan bila akhirnya tempat sepi ini disewa oleh beberapa pasangan yang mencari tempat berpacaran saja.Padahal potensi alam disini sangat menarik, air pun melimpah dan cocok sebagai tempat liburan bagi keluarga.

Taman Kera Dan Masjid Saka Tunggal.

Setelah puas melihat-lihat pesona alam yang menyegarkan, saya menuju sebuah tempat di kawasan Aji Barang. Cukup jauh perjalanan dan masuk ke sebuah pelosok untuk menemukan sebuah tempat cagar budaya, yakni Masjid Saka Tunggal.

Dari jalan raya menuju pintu gerbang Masjid cukup jauh jaraknya dan diantara rumah – rumah penduduk. Setelah membayar tiket, saya memasuki kawasan Masjid. Saat mendekati Masjid , beberapa ekor kera mengerubungi saya. Ada sebuah warung kecil di sana dan saya menyempatkan diri untuk membeli beberapa bungkus kacang.

Dan benar saja, dari berbagai ukuran tubuh kera datang mengelilingi saya. Untunglah kera-kera ini tergolong jinak walaupun begitu, saya tetap hati-hati agar jangan sampai ada barang-barang saya yang terbawa oleh mereka.

Kawasan yang sudah menjadi cagar budaya, memiliki sebuah lokasi pemakaman di belakang. Terkesan angker dan menyeramkan selain itu hanya ada satu pintu yang dapat dilalui dari pintu masuk tangga. Di pintu gerbangnya tertulis huruf Jawa dan tidak sembarang orang dapat masuk ke dalam. Saya pun enggan untuk melihat ke dalam makam.

Bentuk bangunan Masjid Saka Tunggal sungguh unik. Atapnya terbuat dari ijuk yang dirangkai menjadi genteng. Daun jendelanya terbuat dari bambu atau kayu yang bersekat tiga bagian. Begitu juga dengan daun pintu.Begitu pun juga dengan tempat mengambil air wudhu yang letaknya di bagian belakang masjid.

Kera-kera ini hanya berkeliaran disekitar halaman masjid dan tidak pernah masuk ke dalam. Disebut Saka Tunggal karena di dalam masjid hanya mempunyai satu tiang yang menjadi penopang bangunan ini dan itu sudah berdiri ratusan tahun lamanya.




Curug Ceheng.


Pesona yang tak kalah menariknya dari kota Satria lainnya adalah Curug Ceheng. Tentunya tidak menyangka ada sebuah tempat yang begitu mempesona. Curug Ceheng yang berada di desa Gandatapa, Kecamatan Sumbang memiliki pesona alam yang masih alami.

Dari pintu gerbangnya yang dipinggir jalan akan terlihat petunjuk arah yang menunjukan lokasi curug. Setelah membayar tiket seharga Rp 1.500 per orang, saya melangkah ke dalamnya. Ada bangunan pendopo yang menghadap ke perbukitan yang masih tampak hijau.

Kemudian berbagai jenis pohon yang tinggi menyapa kedatangan saya. Setelah itu saya menemukan sebuah bangunan yang konon dibangun sebagai tempat parkir motor. Sayangnya saja, lagi-lagi tidak terawat!

Setelah melewati rimbunnya pohon bambu, saya menemukan tangga. Untuk dapat sampai ke curug Ceheng, saya menuruni tangga berbatu dan licin karena lumut. Saya harus hati-hati saat melangkah, karena tidak terdapatnya pegangan dipinggir tangga. Tetapi bila ingin mendapat pemandangan yang indah dengan elokan sungai dapat terlihat ketika menuruni anak tangga.

Dengan peluh yang sudah membanjiri tubuh, akhirnya saya tiba di akhir anak tangga. Wiih.. sungai mengalir dengan deras dan dipenuhi dengan batu-batu yang besar. Ada sebuah bangunan di bawah yang digunakan sebagai tempat ganti baju atau istirahat. Tak jarang, bila pengunjung ramai dijadikan sebagai tempat berjualan. Dari sini, sudah terdengar suara air terjun.

Menyenangkan akhirnya bisa menemukan air terjun! Dikelilingi tebing dengan aneka tumbuhan , air terjun ini jatuh ke bawah. Dinding tebing ada yang mengeluarkan air dan juga dari ujung daun. Air terjun ini seperti membelah dinding tebing, keren sekali!

Saya mendekati sampai pada batas yang masih terlihat oleh mata. Sebab dari perbedaan warna air saya memperkirakan tempat di dekat jatuhnya air terjun itu sangat dalam. Sehingga oleh petugas setempat di pasang pengumuman “Dilarang melompat – berbahaya!” cukup lama saya berada disekitar curug, karena memang tempatnya begitu sejuk dan nyaman untuk berlama-lama. Disebelah kiri dekat aliran sungai, terdapat ladang milik warga yang dibangun dengan posisi miring mengikuti struktur tanah.

Saya menaiki tangga lewat jalan yang lain dan ketika diatas saya melihat bentuk dari curug Ceheng. Sangat indah , padahal jika dilihat dari aliran sungainya tidaklah begitu banyak tetapi ketika jatuh , penuh sampai ke bawah. Luar biasa.

Lokasi disekitar curug juga masih sangat luas, dapat digunakan sebagai tempat perkemahan. Hanya belum tertata rapi sehingga belum banyak orang yang mengetahui ada sebuah tempat wisata yang menarik di sini.

Telaga Sunyi.

Salah satu tempat yang membuat saya takjub adalah Telaga Sunyi , yang merupakan salah satu kawasan wisata di Baturraden. Tempatnya memang sangat jauh dari pusat kota Purwokerto, tetapi pemandangannya tidak kalah dengan tempat-tempat yang saya kunjungi sebelumnya.

Dari pintu gerbang, saya disambut oleh hutan pinus yang masih sangat lebat. Beberapa peringatan dipasang pada plang untuk diperhatikan pengunjung. Melewati sebuah jalan yang kecil dimana ada aliran sungai dengan batu-batu kali yang sangat besar, akhirnya saya menemukan telaga itu.

Disebut Telaga sunyi , karena memang letaknya yang terpencil jauh dari hiruk pikuk. Begitu damai dan nyaman berada ditempat ini. Ada air terjun mini dengan aliran air yang sangat deras. Ada tebing yang membentuk celah di dekat air terjun, dan tebing itu mengalirkan air dari sela-sela batuan.

Air yang tenang membuat saya ingin berendam di dalamnya. Kedalaman air kira-kira 5 meter. Keamanan yang dipasang untuk para pengunjung adalah kayu-kayu yang dipasang menjadi pembatas bagi para pengunjung. Bila hujan datang sebaiknya pengunjung segera meninggalkan tempat ini. Sebab air dapat menyeret dan menimpa bebatuan besar yang ada dibawahnya.

Tempat ini sangat tertutup dan dikelilingi oleh tebing yang tinggi dengan hutan diatasnya.Jalan kecil yang dilalui pun masih asli dan alami serta licin, sehingga pengunjung perlu hati-hati termasuk ketika melewati aliran sungai.

Telaga sunyi memang terkesan misterius dan sangat senyap tetapi pemandangan yang disuguhkan tidaklah membosankan para pengujung yang hendak refreshing ke tempat ini. Udara yang masih sejuk dan segar dapat menjadi nilai tambah selain tempatnya yang masih asli dan alami.

Penulis : Veronica Setiawati
Email : g1g1kel1nc1@yahoo.com.au
Weblog : http://veronicasetiawati.blogspot.com

Tentang Penulis
Penulis saat ini masih menjalani aktivitasnya sebagai seorang karyawan swasta. Disela-sela kesibukannya ia menyempatkan diri untuk menulis. Melakukan traveling adalah aktivitas penulis yang sudah dilakukannya sejak ia ikut dalam komunitas trip. Banyak hal yang penulis rasakan saat mengujungi sebuah tempat dengan keanekaragaman budaya dan sejarah dari daerah tersebut dan sedapat mungkin dituangkannya dalam bentuk tulisan. Menulis dan traveling dirasakan sebagai dua sisi mata uang baginya. Penulis yang memiliki impian dapat meneruskan kuliah ke jenjang yang lebih tinggi dan mengujungi kota kelahiran orangtua juga keliling dunia secara gratis, berharap dapat mewujudkan impiannya dengan menulis tentang perjalanannya.

Senin, 09 Mei 2011

Dengan Buku, Mari “Jelajah 3 Negara, Nepal – Bhutan – Tibet”.

RESENSI BUKU VII
“Jelajah 3 Negara, Nepal – Bhutan – Tibet”

ISBN : 978-97922-6723-5
Non Fiksi Perjalanan Eksotis GM 21801110003
Judul buku : “Jelajah 3 Negara, Nepal – Bhutan – Tibet”. By Nanny Budiman
Desain sampul : Zige & Baffel
Setting : Zige & Baffel
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama

Di akhir bulan , saya berjalan-jalan mengunjungi sebuah toko buku sekaligus hendak merasakan dinginnya AC. Di toko buku tersebut, saya berjalan menuju sebuah rak buku yang tertulis pariwisata. Banyak sekali buku perjalanan dan tempat-tempat yang menawan, baik itu dari daerah-daerah di Indonesia ataupun dari mancanegara.

Ketika sedang mengamati satu persatu buku-buku traveling yang seakan memanggil-manggil saya untuk membacanya. Wah, ternyata ada satu buku yang menancap di mata saya. Dari sampul halaman depan berjudul “Jelajah 3 Negara, Nepal – Bhutan – Tibet”. Penulisnya adalah seorang wanita, bernama Nanny Budiman. “Seperti apa sih Negara eksotis yang ada di buku ini?”. Karena ingin tau , saya pun membelinya.

Dan memang benar, buku ini sungguh menawan. Isi bukunya sangat berwarna , penuh dengan foto-foto menarik tentang perjalanan Nanny Budiman dan teman-temannya ke tiga negara yang eksotis ini. Dari daftar isi pun dapat dilihat sekilas apa yang hendak diceritakan dari buku tersebut.

Saya tertarik dengan Font tulisan yang dipakai pada daftar isi dan lembaran sebelum membahas tiap bagian dari buku perjalanan ini. Sang penyunting buku seperti mengerti sekali karakter dari sang penulis. Ciri feminis muncul sangat kuat di dalam buku ini.
Begitupun dengan informasi mengenai negara yang akan dikunjungi, semua tertuang jelas setiap awal perjalanan ke masing-masing negara.

Jadi, sebelum jauh melangkah bersama penulis, pembaca sudah dapat mengerti seperti apa sih negara Nepal – Bhutan – Tibet itu.


Lagi-lagi penyuting buku ini berperan sangat baik. Ia meletakan dan memasang foto-foto dari perjalanan penulis ke tiga negara ini sangat pas dengan isi ceritanya. Sehingga saya dapat membayangkan perjalanan yang diceritakannya, walaupun saya sendiri belum pernah kesana dan seperti ikut serta di dalamnya.

Sang penulis, jelas membuat para pembaca merasa seperti di negeri dongeng. Keindahan alam serta tempat-tempat yang dikunjungi dan keluwesan penulis membuka cerita menegenai isi negara tersebut seakan mencelikan mata pembacanya. Bahkan membuat saya kagum. Perbedaan budaya,adat istiadat bahkan hal-hal kecil seperti fasilititas umum diceritakan juga oleh Nanny Budiman, yang seorang mantan pramugari Chatay Pasific ini.

Lamanya perjalanan penulis ke tiga negara tersebut, masing-masing menghabiskan waktu sembilan hari lamanya. Cukup lama! Namun perjalanan panjang tersebut diceritakan secara objektif.

Masing-masing negara memang memiliki keunikan dan keindahannya tersendiri. Saya dapat menyimpulkan bahwa Nepal adalah negara yang memiliki lembah dan bukit-bukit yang mempesona. Bhutan, negara dengan julukan “Tanah Naga” merupakan negara yang tertutup oleh benteng-benteng serta kuil.

Sedangkan Tibet adalah negeri yang mempunyai julukan atap langit. Di Tibet , terdapat Potala Palace ( Istana Potala ) yang merupakan salah satu keajaiban dunia dan Shangrila ( surga dunia ).

Bagian akhir catatan perjalanannya, Nanny Budiman memberikan inputan bila sedang bepergian. Apa saja yang harus disiapkan termasuk mencari informasi tentang biaya yang dikeluarkan Buku setebal 176 halaman ini ditutup dengan informasi mengenai penulis.

jkt, 09 Mei 2011
veronica setiawati
mail to : g1g1kel1nc1@yahoo.com.au

Cerpen : Telah Lahir Anggota Baru Keluarga


Hal yang membahagiakan bagi sepasang suami istri adalah kelahiran seorang bayi. Itulah kebahagiaan yang dirasakan oleh , Ana dan Yusuf. Mereka sudah setahun menikah. Karena Ana masih bekerja, ia dan suaminya tinggal dirumah keluarga Ana. Keluarga Ana tidak masalah juga tidak keberatan.

Setiap pasangan suami istri menghendaki agar nanti sang istri persalinan secara normal agar tidak terlalu mengeluarkan biaya yang banyak. Demikan pula dengan harapan dari Ana dan Yusuf. Akan tetapi kehendak manusia dan kehendak Tuhan sungguh jauh berbeda. Anak mereka dilahirkan secara Caecar dan tentu saja biaya yang dikeluarkan tidaklah sedikit.

Awalnya Ana tidak ada keluhan sedikitpun mengenai kelahiran bayinya. Semua tampak normal dan biasa saja. Bahkan beberapa minggu sebelumnya dokter kandungan yang selama ini merawatnya mengatakan tidak ada masalah. Perkiraan bulan berikutnya akan lahir dan Ana dianjurkan untuk mengikuti senam hamil, agar nanti persalinan dapat berjalan lancar. Namun , setelah melewati tujuh bulan Ana mengalami pendarahan pertama, namun tidak menyebabkan bayi mereka lahir premature.

Apa mau dikata, saat Ana berada dikamar mandi segumpal darah keluar. Darah tersebut makin bertambah banyak. Sontak saja ibu Ana yang sudah siap akan pergi ke gereja menghadiri ibadat Jumat Agung, segera membatalkannya. Kondisi yang panik sehingga ia dilarikan ke bidan yang hanya berbeda gang dari rumahnya. “Apa sebelumnya tidak terasa mules?” tanya bidan tersebut ketika memeriksa kandungan Ana. Ana menggeleng yakin lalu menceritakan kondisinya dan hasil pemeriksaan terakhir dari dokter kandungan.

“Ada sedikit masalah bu , plasenta yang ada di rahim saya saling bergesekan dengan kepala bayi. Rebutan ingin keluar duluan.” Bu bidan yang merawatnya tidak mau ambil resiko bila dipaksakan persalinan secara normal jika kondisinya demikian. Akhirnya Ana pun dilarikan ke rumah sakit. Persiapan yang seadanya dan ditambah dengan kepanikan ibu Ana yang pada akhirnya mengantarnya ke rumah sakit. Melihat Para perawat yang lamban menangani pasien membuat ibu Ana gusar. “Ngobrol aja sih Sus!” Akibat teguran tersebut perawat itupun dengan sigap mereka membawa Ana menuju ruang bersalin.

Di dalam ruangan yang serba putih, Ana tergeletak di atas tempat tidur. Pengobatan segera di lakukan oleh para perawat rumah sakit. Ana diberikan obat dan menunggu waktu hingga pukul 18.00 untuk melihat reaksinya. Bila pendarahan tersebut tidak berhenti juga sampai waktu yang ditentukan, alternatifnya akan dilakukan operasi untuk mengeluarkan bayi. Para keluarga Ana yang sudah berkumpul di luar ruangan menanti dengan cemas apa yang akan terjadi selanjutnya.

Yusuf, suaminya dihubungi oleh pihak rumah sakit untuk meminta persetujuan seandainya dilakukan operasi. Setelah tiba waktunya yang ditunggu, akhirnya satu keputusan diambil oleh dokter yang merawatnya bahwa Ana harus dioperasi malam itu juga. “Saya mau mengurus keperluan operasi dan segala sesuatunya di kasir. Sambil menunggu tiga dokter lagi yang akan datang untuk operasi Ana.” Demikian penjelasan Yusuf kepada keluarga Ana yang sudah berkumpul di ruang tunggu.

Gelisah bercampur panik mengetahui jalan yang harus diambil untuk sebuah persalinan. “Berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk operasi ya?” tanya ibu Ana dalam hati. Mau tak mau keputusan itu diambil karena pendarahan Ana tak kunjung reda. Ruang operasi sudah dipersiapkan oleh para perawat rumah sakit. Para keluarga tidak diperkenankan masuk ke dalam ruangan termasuk suaminya. Ana sudah pasrah di dalam kamar untuk menjalani operasi persalinan.

“Jangan menangis! Kamu sekarang sudah mau jadi ibu. Harus kuat!” petuah sang ibu detik terakhir sebelum keputusan operasi dikeluarkan pihak rumah sakit. Ibu Ana serta adik kakaknya yang masih berkumpul di ruang tunggu menyatukan hati berdoa agar diberikan keselamatan kepada Ana dan anaknya. Hingga berlinang air mata mereka memohon kepada Tuhan. Satu per satu para dokter yang akan mengoperasi Ana datang.

Ada lima dokter yang akan membantu Ana melahirkan secara Caecar termasuk dokter yang memeriksanya selama hamil. Pukul 20.30 operasi dimulai dan dengan harap-harap cemas keluarga Ana menunggu hasil operasi diluar. Pukul 22.00 muncul seorang perawat membawa kereta box bayi dan mengatakan kepada suami Ana , “Ini putera bapak. Selamat ya!” .

Seorang bayi laki-laki yang sehat sedang meronta dengan menggerakan kakinya kuat-kuat di dalam box. Segera perawat itu membawanya ke dalam ruang bayi yang tertutup. Keluarga hanya dapat memandangi bayi tersebut dari balik kaca ruangan bayi yang tidak jauh dari ruang tunggu. Lucunya dia, masih meronta saat perawat itu mengangkat tubuhnya yang kecil ke atas timbangan. Selesai diukur dan ditimbang, bayi lelaki Ana dimasukukan ke dalam kotak inkubator. Sebab ia dilahirkan belum genap 9 bulan.

Di dalam , ia meronta, menggeliat dan menendangkan kakinya yang kecil. Ibu Ana tak henti mengeluarkan air matanya melihat cucunya. “Maaf , ibu tidak dapat masuk kedalam, hanya orangtua bayi saja yang dapat melihat!” cegah perawat ruang bayi saat ibu Ana hendak menyelonong masuk ke dalam.

Dokter yang membantu persalinan mengucapkan selamat kepada keluarga Ana yang menunggu diluar. “Wah selamat ya , bayinya laki-laki dan beratnya 2.95kg. Kami kira akan kurang dari itu, ternyata sehat.” Ucapan dokter melegakan keluarga Ana. Lalu bagaimana nasib Ana setelah operasi? Masalah belum juga selesai. Malam itu pihak keluarga harus mendatangi pemesanan darah , karena kondisi Ana yang masih lemah. Ia kehilangan banyak darah.

“Ini harga yang kami sediakan untuk darah yang sudah dipesan. Harganya 350.000 dan Rp 800.000 per kantong darah. Namun, jika batal atau darah tersebut mengandung HIV atau penyakit lainnya , harga tersebut tidak dapat dibatalkan dan tetap dibayar.” Penjelasan panjang lebar perawat mengenai deretan syarat-syarat pemesanan darah membuat pening kepala. Tetapi yang terbaiklah yang dipilih oleh suami Ana, demi keselamatan istrinya.

Setelah diperiksa ulang esok paginya, kondisi tubuh istrinya sudah mulai membaik, namun harga kantong darah yang sudah dipesan tetap dibayar. Tanpa memikirkan hal tersebut, dilakukan pemindahan kamar ke kelas tiga rumah sakit bersalin yang cukup terkenal ini. Selang infuse dan salurang kencing masih terpasang ditubuh Ana. Ia masih berbaring sehari setelah menjalani operasi.

Sekitar pukul 09.00 pagi , Ana sudah bisa menyusui bayi lelakinya yang sudah tidak diletakan di kotak inkubator. “Air susu belum keluar jadi bayinya hanya ngisep putingnya aja. Bayinya matanya sipit dan mirip lu kalau sedang nangis.” Ana menjelaskan hal tersebut ketika kakaknya datang untuk menggantikan ibu , menjaganya dirumah sakit.

Ana masih lemah dan terbaring di tempat tidur. Beberapa jam datang perawat mengecek tensi darah ataupun mengambil darah. Sore hari , seorang perawat membawa bayi lelaki Ana yang belum diberikan nama itu, ke pangkuan Ana. Dengan posisi miring ia menyusui anaknya sampai ia tertidur dan dipindahkan oleh perawat ke kotak bayi di samping tempat tidurnya.

Tak lama datang dokter yang telah memantau selama kehamilan dan persalinannya. “Mulai besok, selang infuse ini dicopot semua. Besok ibu Ana sudah bisa belajar duduk, jalan dan mandi. Jahitannya juga sudah mengering.” Betapa leganya mendengar apa yang dikatakan oleh dokter yang ramah itu.

Satu persatu keluarga Yusuf datang menjenguk, karena waktu jenguk pasien sudah tiba. Mereka menyalami Ana dan memandangi bayi yang masih tertidur lelap di boxnya. Perkembangan baik bagi Ana karena ia kini sudah dapat menyusui anaknya tanpa berbaring. Dan dokter pun sudah menyatakan dirinya dan anaknya untuk pulang.

Sebuah kelahiran dengan harga yang mahal entah itu biaya ataupun nyawa. Itu semua demi seorang anggota baru keluarga Ana dan Yusuf. Walaupun demikian, mereka sangat bahagia menyambut kedatangan anak pertamanya dengan ungkapan syukur.

By : veronica setiawati
Model Dalam Foto : Paskalis Agung Rafael.

Minggu, 08 Mei 2011

Cerpen : Jodoh Di Tangan Siapa?

Cerpen : Jodoh Di Tangan Siapa?
By : Veronica Setiawati

Usiaku sudah menginjak tiga puluh tahun, tetapi belum mempunyai pasangan yang disebut pacar. Bukan tidak laku ataupun terlalu banyak memilih. Entahlah aku selalu merasa gagal setiap menjalin hubungan dengan setiap pria. Ada saja yang menjadi alasannya. Semakin lama aku semakin takut menjalin hubungan yang serius dengan para pria. Tetapi desakan orangtuaku semakin kuat…

“Udah deh Lis, daripada bingung kayak gitu mendingan minggu depan kita cuti.” Usul Ami teman kerjaku yang mungkin sudah terlalu bosan mendengar keluh kesahku tentang gagalnya percintaanku. “Cuti?? Gak salah lo Mi? Kamu tau kan killernya Pak Ganda? Lagian, ngapain juga musti cuti?” pertanyaanku bertubi-tubi ke Ami yang masih asyik menyantap makan siangnya.

“Ya, ke tempat nenekku lah Lis, biar kamu tuh cepat dapat jodoh. Mungkin aja setelah dari rumah nenek aku dikampung, kamu dapat pencerahan dan akhirnya jodoh datang.”jawab Ami encer tanpa beban. “Aku juga dulu gitu Lis, parno banget ga ada cowo yang mau deket aku. Eh sekarang buktinya aku kawin.”

Ami semakin mempromosikan dirinya. Aku hanya diam karena terus terang batin aku tidak setuju dengan cara seperti itu, ngapain juga musti ke paranormal, eh, maksudnya neneknya Ami yang dapat membaca masa depan itu. Mungkin belum waktunya aja, dan lagian , hal itu dilarang agama. Aku tidak mau!!

“Mungkin lebih baik kamu pikirkan lagi usul aku, Lis. Anggap aja kamu sedang iseng atau hanya sekedar ingin tahu aja. Ini juga demi kebaikan kamu juga sih. Aku hanya bantu kamu cari jalan keluarnya. Kalau kamu ingin buktikan ucapan aku, yuk aku antar. Tapi, kalau ingin terus begini, ya oke saja. Semua tergantung dengan diri kamu sendiri” Kali ini Ami lebih tegas mengucapkannya sebelum kami bubar kantor.
**
Entah bujuk rayu Ami yang dashyat atau memang aku yang sudah mentok dengan urusan jodoh dan desakan orangtua agar aku segera menikah, akhirnya kami berdua cuti selama dua hari. Sengaja kami mengambil hari kejepit, jadi lebih panjang waktunya berada di kampung.

Ami pun juga sudah memberitahukan maksud kedatangan kami nanti ke neneknya yang dikampung. Dalam hati, sepanjang perjalanan aku mengalami perang batin antara menolak dan menerima. Ami hanya terdiam tidak banyak bertanya, mungkin ia sudah mengerti dengan apa yang aku alami.

Sore hari kami tiba disebuah rumah yang masih terlihat bagus walaupun bangunannya adalah bangunan tua. Halamannya luas dan ditumbuhi pohon yang rimbun serta bunga. Seorang wanita paruh baya keluar dari dalam rumah. Tidak seperti bayanganku wanita paranormal dengan berjubah hitam , membawa tongkat dan berpenampilan seram dan menakutkan. Ia ramah dan berpakaian umumnya wanita paruh baya dengan kebayanya. Masih terlihat guratan kecantikan diwajahnya.

“Duduklah dulu atau istirahat di kamar. Jangan canggung, anggap saja ini rumahmu sendiri. Ami sudah banyak cerita tentang kamu.” Kelembutan dan kehangatan sebagai tuan rumah, aku rasakan sekali dirumah neneknya Ami. Foto keluarga terpanjang disudut ruang tamu. Aku tersenyum melihat Ami ketika kecil , jauh sekali perbedaannya dengan sekarang.

Suasana malam dikampung sangat berbeda. Aku melihat waktu dari jam tangan yang aku kenakan. “Jam segini, biasanya aku masih di dalam angkot menuju rumah.” batinku. Damainya suasana, langit yang cerah dan suara jangkrik yang merdu membuatku sejenak lupa pekerjaan kantor dan niat awalku ke sini.
***
Hatiku senang mendapat telepon dari mantan pacarku. Sebenarnya, bukan mantan pacar melainkan ia memang pernah dekat denganku. “Semoga dia adalah orang yang dikatakan oleh neneknya Ami.” Harapku mencoba mengaitkannya dengan perkataan nenek Ami sewaktu ke kampung seminggu yang lalu.

“Sebenarnya jodoh kamu dekat sekali, tetapi ia belum berani mendekat. Ketika ia datang kepadamu nanti, ia akan mengajakmu menikah.” Demikian yang diucapkan nenek Ami setelah aku mandi kembang yang katanya mengusir segala penghalang dan hal yang tidak baik dalam diriku.

Ami antusias mendengar ceritaku dan mengajariku untuk lebih dekat dengan pria itu. Namanya pria itu adalah Rangga, ia teman sekantorku dulu. Ia memang cukup dekat hingga teman-teman di kantor lamaku selalu menjodohkan kami berdua. Aku juga tidak tahu apakah ia memang suka padaku dulu.

Kami selalu bersama dan terlibat diskusi masalah kantor. Aku pun tidak menolak andainya dia memang mencintaiku. Namun ada halangannya buatku, kami berbeda keyakinan. Sehingga pertemanan kami sepertinya tidak berjalan mulus. Selain itu dua tahun berikutnya ia pindah kerja. Setahun kemudian aku menyusul ditempat kerjaku sekarang ini.

“Coba dulu Lis, atur pertemuan dengan dia. Kalau dia memang orangnya dia akan berjuang dengan cintanya walaupun kalian berbeda.” begitulah saran Ami. Kemudian aku berangkat menemui Rangga di sebuah tempat makan di mall tidak jauh dari tempat kerjaku.

Rangga sekarang lebih dewasa dan tetap menarik seperti dulu. Wajahnya kian menunjukan kewibawaannya. Pantaslah dia seorang Manager di kantornya kini. “Kamu cantik sekali Lis. Senang saya berjumpa kamu lagi.” Puji Rangga setelah kami bersalaman saat bertemu.

Dua minggu kami sering bertemu, bernostalgia saat kerja dulu. Menanyakan kabar teman-teman yang pernah bekerja bersama-sama kami. Aku tertarik dengannya, mungkin karena pencarianku akan sosok pendamping hidup atau karena desakan sosialku atau karena doktrin nenek Ami, entahlah, aku mulai menyukai Rangga.

Aku terpesona dengannya, wajahnya, suaranya dan ajakannya untuk bersamanya setiap kami ada waktu. Aku menunggunya menyatakan cinta atau sesuatu darinya untuk hubungan kami selanjutnya. Aku sangat berharap hingga aku tidak menolak saat kami masuk ke sebuah hotel dan memesan kamar yang sama!
**
Aku menangis tersedu-sedu menyesali perbuatanku dan kebodohanku sendiri. Aku menyalahkan Ami dan neneknya. Akibatnya aku telah tidur dengan suami orang. Rangga ternyata sudah menikah dan aku telah menyerahkan tubuhku kepada Rangga. Sungguh memalukan! Benci, marah , kecewa dan bodoh yang aku rasakan.

“Maafkan aku Lis, aku memang mencintaimu tetapi aku tidak mungkin menceraikan istriku. Aku khilaf.” ucapannya sungguh menyakiti aku, seakan menaruh harga diriku jatuh ke bawah kakinya. Aku merasa terhina dengan ucapannya. Sejak itu aku tidak pernah mau menemui Rangga walaupun ia memohon maaf dariku. Dan juga, aku memutuskan untuk pindah kerja walaupun dengan gaji yang lebih kecil untuk menghindari pertanyaan dan pertemuan dengan Ami.

Kemarahan telah menutup mata hatiku bahkan terhadap seorang lelaki muda, rekan sekerjaku bernama Wahyu. Ia sopan dan ramah, tidak pernah menghiraukan perkataanku yang sering ketus ataupun menolak ajakannya keluar kantor sekedar makan siang. “Maaf Wahyu, saya sedang sibuk. Apa kamu tidak lihat? Lebih baik kamu makan sendiri.” jawabku kasar dan ketus. Aku meninggalkannya yang masih diam mematung.

Wahyu sering aku tolak, ia tetap gigih mendekatiku. Apa saja caranya dia gunakan untuk meraih hatiku. Sampai suatu hari, aku jatuh pingsan karena kelelahan bekerja usai lembur. Wahyu yang masih bersamaku di kantor yang mengantarkanku pulang setelah ku siuman. Ia merawatku dengan baik hingga aku benar-benar pulih. Namun, aku masih saja tidak mau percaya dan perhatian sedikitpun padanya.

Trauma dan sakit hatiku terhadap Rangga masih melekat dihatiku, takutnya Wahyu pun akan melakukan hal yang serupa seperti Rangga. Ternyata aku salah. Semakin aku mengenalnya, ternyata Wahyu orang yang baik. Ia mengingatkanku untuk selalu berdoa. “Apapun yang terjadi dalam hidup kita, terima saja. Jangan pernah menyimpan dendam karena dendam tidak akan menyelesaikan masalah.” Itu yang pernah diungkapkan oleh Wahyu saat ia menceritakan perihal pribadinya.

Wahyu pernah kehilangan calon istrinya. Ia meninggal saat akan menikah dalam sebuah kecelakaan. Padahal semua sudah disiapkan dan perjuangan cinta yang awal mula tidak disetujui oleh orangtua calon istrinya, sudah tidak jadi penghalang. “Rasanya ingin marah Lis, kenapa perjuangan cintaku harus berakhir tragis seperti ini!”

Aku terdiam dan mengambil hikmah dari cerita Wahyu. Makin lama hubungan kami semakin dekat. Aku mulai terbuka dengannya dan sedikit demi sedikit menerima kehadirannya di hatiku. Wahyu sering datang ke rumahku dan menghabiskan waktu dirumahku dengan ngobrol dengan anggota keluargaku. Mereka menyambut baik kedatangan Wahyu dan senang dengan sikapnya yang tulus. Tanpa aku ketahui rupanya Wahyu telah melamarku. Ibu yang mengatakan bahwa ia melamarku.

Aku bahagia, saat usiaku menjelang 32 tahun ada yang melamarku. Aku juga tidak mau gegabah. Perasaan takut dan ragu masih menyelimutiku. Aku berdoa tengah malam. Ku gelar sujud doaku kepada Tuhan untuk membuka selubung yang tersembunyi. Mohon ampunan atas segala kesalahan. Mengucap syukur atas kerelaan hati seorang pria yang baik yang akan melamarku untuk membina rumah tangga denganku. Aku berdoa memohon kekuatan dan kebenaran yang berasal daripadaNya.
***
Ami datang menemuiku dirumah. “Aku minta maaf Lis, kalau ada yang salah sampai kamu pindah kerja lagi dan tinggalin aku. Rangga sudah cerita semua.. Ia datang ke kantor, mau ketemu dengan kamu, tapi karena kamu sudah pindah ya akhirnya aku yang terima dia di kantor.”ungkap Ami penuh nafas yang panjang penuh beban.

Aku sadar bukan Ami yang salah tetapi karena kemarahanku sendiri hingga tidak mampu berfikir dan menyalahkan sahabat baikku sendiri. “Aku sudah lupakan Rangga. Sekarang sudah ada lelaki yang akan melamar aku, Mi. Dia rekan kerjaku dikantor yang baru. Bulan depan kami menikah.” ceritaku dengan hati yang senang kepada Ami. Ia sangat terharu dan memelukku erat. Aku pun tidak sanggup menahan airmata.

“Makasih juga buat nenekmu ya, Mi. Walaupun sebenarnya aku paling antipati dengan hal-hal macam gitu, tapi wejangan nenek udah bikin hal yang baru dalam perjalanan hidup aku. Maafin aku juga ya, yang sempat kecewa dan marah.” Aku memegang tangan Ami dan memohon maaf dengan tulus. Ami tersenyum dan mengangguk senang. “Aku juga minta maaf ya , Lis dan doaku moga cowo ini jadi yang terakhir dan terbaik buat pendamping kamu selamanya.”

Kami berpelukan dan melepas haru dengan tertawa bersama. Tidak ada lagi yang mengganjal dihati kami masing-masing. Saatnya bagiku menjalani hidup yang baru. Bulan yang dinanti, aku melangkah pasti dalam pernikahanku bersama Wahyu. Orangtua Wahyu dan kedua orangtuaku hadir menyaksikan saat kami mengucapkan janji pernikahan.

Aku tidak lagi menyalahkan cara-cara yang sebelumnya aku jalani untuk menanti kedatangan pasangan hidupku.Entah bagaimana caranya jodoh itu datang, satu hal yang aku tahu, aku hanya perlu mempersiapkan diri menyambutnya. Karena ia datang di saat yang tidak terduga.

Mei 2011
http://veronicasetiawati.blogspot.com
ilustrasi foto : dari barbagai sumber

Sekedar coretan : Menyanyi Di Kamar Mandi.

Sekedar coretan : Menyanyi Di Kamar Mandi.

By Veronica Setiawati

Sebuah buku yang saya miliki, pada satu bagian mengatakan : “Jika saya ingin benar-benar bahagia , maka saya akan menyanyi di kamar mandi.”

Waah, kalau dipikir-pikir benar juga. Saya kembali mengingat kapan terakhir saya menyanyi dikamar mandi. Cukup lama. Apa berarti saya sedang tidak bahagia? Mungkin juga, saya mandi karena sedang dikejar waktu berangkat kerja. Dengan pikiran akan dipotong uang transportnya jika datang terlambat sehingga tidak ada lagu dikamar mandi.

Atau jika terlalu lama dikamar mandi akan digedor pintunya. Sebab yang lain akan masuk ke dalam. Maklum lah kamar mandi hanya satu dan dipakai bergantian, tapi tidak dipungut biaya.

Kemudian , saya teringat sebuah lagu dari Jambrud Band yang menceritakan kejadian saat dia nyanyi dikamar mandi , seorang nenek yang mendengar suaranya mati mendadak. Sehingga harus berurusan dengan polisi. Lagu tersebut memang aneh dan nyeleneh syairnya.

Untungnya saya tidak pernah mengalami hal itu kecuali diteriaki karena suara sumbangnya. Padahal , para penyanyi yang sekarang terkenal mengawali karirnya dengan menyanyi dikamar mandi, ya kan?

Tetapi, tulisan ini bukan maksud menghina mereka yang menyanyi dikamar mandi. Melainkan, mencoba untuk memberikan semacam tips gitu deh, jika ingin benar-benar bahagia dengan bernyanyi. Pasti sangat melegakan jiwa sendainya dapat bernyanyi dengan lepas tanpa beban.

Bersenandung sambil mengerjakan sesuatu karena ada rasa bahagia dari dalam diri kita. Lagipula, “Nyanyian mengusir kesengsaraan” . Itu kata Cervantes.

Kalau merasa tidak ada tempat untuk melepaskan suara dengan menyanyi, kenapa tidak coba berkaraoke saja ?? pilih lagu yang kita hafal kemudian nyanyikan dengan semangat! Anggap saja sedang menyanyi di kamar mandi. He..he..he..

http://veronicasetiawati.blogspot.com/

Sekedar Coretan : Terbius Film Upin Ipin

Sekedar Coretan : Terbius Film Upin Ipin

By Veronica Setiawati

08 Mei 2011

Belakangan ini , saya terbius oleh keluguan bocah kembar yang berlogat melayu. Siapa lagi kalau bukan Upin Ipin. Ide cerita dari film animasi ini sungguh membuat saya tidak lepas pandangan dari cerita mereka. Mereka mampu membuat saya terbius hingga tak berkedip sedikitpun! ( maaf, sedikit lebay! ).

Menjelang hari buku, saya ingin menceritakan kembali cerita salah satu film animasi anak ini. Bagaimana Upin dan Ipin serta kawan-kawan mereka di TK Tandika Mesra, begitu menghargai dan merawat buku bacaan yang mereka pinjam dari perpustakaan keliling.

Cerita mengalir saat salah satu kawan Upin dan Ipin yang pandai berpantun dan yang memiliki jambul dikepalanya mirip dot/empeng bayi, yakni Jarjit Singh, kehilangan buku yang dipinjamnya. Dengan langkah gemetar, ia masuk dalam barisan menuju petugas perpustakaan keliling. Satu persatu teman-temannya mengembalikan buku yang dipinjam. Giliran Janjrit, habislah ia dimarahi oleh petugasnya yang seperti perempuan itu.

“Minggu depan, buku itu harus ada, kalau tidak, kau akan kena denda!” Jerit petugas tersebut dengan kayu rotan ditangannya.

Saat merenung di depan rumah, lewatlah si kembar yang suaranya menggemaskan itu , tak lain ialah Upin Ipin. Mereka menjadi detektif , mencari buku kawannya yang hilang. Tiba-tiba penampilan mereka berubah memakai seragam ala detektif. Dari cerita Jarjit, mereka menemui orang yang terakhir melihat buku yang berjudul “Kisah Raja Pemburu”, tak lain adalah anak orang kaya yang gemuk, karena suka makan. Ia berkaca mata dan juga menjadi ketua kelas mereka , bernama Echsan.

Latar cerita yang tadinya adalah rumah tempat tinggal Echsan berubah menjadi ruangan seperti yang ada dicerita detektif. Echsan dan Fizi, teman yang sangat lekat dengannya, seperti seorang terdakwa ketika Upin Ipin bertanya mengenai buku pinjaman Jarjit yang sempat diperlihatkan kepada mereka.

Layaknya seorang seorang polisi yang sedang menjalankan tugas, beginilah hayalan dari detektif Upin Ipin. Lagi-lagi , dari saksi yang didapat , mereka tidak menemukan jawaban dimana buku tersebut. Saksi kedua adalah Mei-Mei, yang dijumpai Jarjit seusai berpisah dari Echsan. Mei Mei adalah seorang perempuan, kawan Upin dan Ipin yang keturunan Tionghoa. Ia orang yang pintar dan senang membaca buku.

Judul buku yang dicari detektif Upin dan Ipin , MeiMei juga punyai, hanya sayangnya buku tersebut adalah hadiah dari ibu Mei Mei kepadanya. Kemudian Mei Mei menceritakan, ada seekor monyet yang tiba-tiba hadir saat mereka bermain dompu bersama. Melihat kehadiran monyet tersebut, mereka lari ketakutan dan buku tersebut tertinggal disebuah saung. Karena saat Jarjit menghampiri Mei Mei dan Devi untuk ikut serta bermain Dompu, buku tersebut diletakan disana.

Untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat, kedua detektif cilik itu bergegas menuju lokasi tempat Mei Mei bermain dompu. Setelah ditelusuri lapangan kecil yang terdapat saungnya , Upin menemukan kulit pisang dekat sebuah pohon. Analisa menarik dengan percakapan dan hayalan versi mereka membuat cerita ini semakin berkesan lucu khas anak-anak. Akhirnya Upin dan Ipin menyimpulkan, ada seseorang yang sangat menyukai pisang dan membawanya ke tempat ini.

Perkiraan mereka tepat, mereka datangi tempat berjualan Paman Mutho. Ipin yang menyukai ayam goreng, kadang membuat situasi menjadi lucu karena hayalannya sendiri. “betul..betul..betul” itulah ciri khas jawabannya. Sedangkan Upin yang lebih serius , sering menegur saudara kembarnya jika hayalannya tidak sesuai dengan tujuannya. Raut wajah yang dibuat Ipin, membuat saya ikut tertawa melihat tingkah mereka.

Dari tempat dagang Paman Mutho, mereka mendapat petunjuk ada seseorang yang memang membawa pisang pada saat kejadian. Ia adalah salah seorang kawan Upin Ipin yang tidak dapat berbicara dan jika ada sesuatu hal yang mengejutkan selalu jatuh pingsan. Karena ia tidak dapat bicara hanya melalui gerakan tangan, Upin dan Ipin tidak mengerti akan apa yang dikatakannya. Untunglah ada teman lainnya yang menerjemahkan maksud dari perkataan Ijat.

Di lokasi tempat bermain dompu itu, Ijat memberitahukan bahwa ada seekor monyet melihat isi buku itu. Melihat Ijat membawa pisang, monyet itu mendekati Ijat dan berhasil merebut pisang dari tangan Ijat. Monyet itu berlari-lari dan meledek Ijat yang mengejarnya namun sayang ia tidak berhasil karena monyet itu berlari ke atas pohon dan buku yang dibawanya dijatuhkan mengenai kepala Ijat.

“Abis tu, dikemanakan bukunya?” begitulah kira-kira perkataan Ipin mendengar kisah Ijat yang akhirnya mengetahui bahwa buku tersebut adalah buku milik Jarjit. Sebab, ketika Jarjit memberitahukannya kepada Echsan dan Fizi , sebagai buku yang bagus padahal menurut Echan buku tersebut tidak menarik karena sedikit gambarnya, Ijat ada disana diantara mereka.

Bagian akhir dari cerita detektif Upin Ipin , Ijat memberitahukan bahwa buku tersebut diberikan kepada Ibu Guru keesokan harinya. Pantas saja, pagi itu saat mobil perpustakaan keliling datang, Jarjit jadi begitu ketakutan saat ia mengetahui buku tersebut tidak ada dalam tasnya.

Esok paginya, Ibu Guru memanggil Jarjit ke depan kelas dan memberi buku tersebut kepadanya. Ia berpesan, agar murid-muridnya dapat menjaga baik-baik buku yang dipinjamkan dan lebih bertanggung jawab.

“Kalau ada masalah jangan diam, lebih baik bicara dengan ibu.” Demikian yang dikatakan Ibu Guru saat menyerahkan buku tersebut kepada Jarjitt. Dengan terharu ia mengucapkan terima kasih kepada ibu guru dan mendekap buku itu.

“Nah, sampaikan juga terima kasih kepada kawan-kawanmu yang sudah menemukan buku itu.” Kata bu guru lagi. Jarjit mengikuti apa yang dikatakan gurunya dan mengucapkan terima kasih kepada Ijat yang telah mengembalikan bukunya dan tentunya kepada detektif Upin Ipin yang telah berhasil memecahkan kasus hilangnya buku pinjaman kawannya.

Cerita sederhana dari anak kembar yang sederhana yang memakai kaus kutang dan celana pendek saat bermain, mengajari saya banyak hal. Ceria dunianya anak-anak yang hanya diisi bermain membuat saya tersentuh. Terlebih latar belakang cerita di kampung membuat setiap adegan cerita ini begitu hidup secara alami.

Selain itu masih terdapatnya beberapa permainan anak kampung yang pernah saya lakukan sewaktu kecil. Belum lagi wajah lugu mereka berdua dan kawan-kawannya, aduhai membuat saya makin menyukainya. “betul..betul..betul” :D

http://veronicasetiawati.blogspot.com/

sumber foto : google.com /koleksi upin ipin

Senin, 02 Mei 2011

Writer VS Editor by Ria N. Badaria

RESENSI BUKU VI    
Writer VS Editor by Ria N. Badaria

Penulis Muda Berbakat Terbaik Khatulistiwa Literary Award 2008 – 2009

ISBN : 978 – 979 – 22 – 6586 -6  
Judul : Writer VS Editor , oleh Ria N. Badaria ; 312 hlm, 20cm
Novel Metropop GM 401 01 11 0001
Diterbitkan oleh PT. Gramedia Pustaka Utama, Kompas Gramedia Building Blok I Lt. 5
Jl. Palmerah Barat No. 29 – 37 Jakarta 10270

Manusia hanya berencana namun Tuhan jua yang menentukan jalan hidup manusia. Itulah yang terjadi dengan Nuna R. Mirja, seorang perempuan muda yang dipenuhi mimpi menjadi seorang penulis setelah membaca Novel karya Rowling JK. Dua tahun selepas SMA hanya membuatnya menjadi pengangguran. Karena Om Harlan, akhirnya jalan hidup membawa dirinya kembali ke Bogor, tempat ia menyelesaikan masa SMA-nya. Tetapi kali ini, ia bekerja sebagai seorang pegawai supermarket.

Saat dia sudah melupakan mimpinya menjadi seorang penulis, tiba-tiba impian itu muncul didepan mata. Nuna menerima sepucuk surat dari salah satu penerbit ternama dan terbesar di Indonesia. Isinya penerbit tersebut akan menerbitkan novelnya. Nuna menerima sepuluh persen dari kontrak pembuatan novel di awal.

Awal cerita dimulai saat editor yang bercita-cita menjadi seorang jurnalis TV itu sedang menangani novel Nuna yang segera naik cetak. Bagaimana awalnya, editor itu begitu sulit dan hampir putus asa menghubungi Nuna yang tidak memiliki handphone. Komunikasi mereka kurang begitu lancar, sehingga membuat Rengga Adi Prayoga, nama Editor muda yang sering membuat buku-buku non fiksi yang ditanganinya menjadi bestseller itu, kesulitan untuk menghubungi Nuna.

Ia membutuhkan Nuna, sebagai penulis pemula untuk membahas beberapa bagian dari tulisannya yang perlu direvisi. Beberapa masalah muncul, termasuk kepindahan atasannya ke kantor cabang kemudian masalah pribadinya dengan pacarnya yang gemar belanja, sehingga membuat Rengga terpaksa menerima ide Radit, rekan kerjanya yang juga seorang editor untuk mengerjai Nuna dengan mentraktir mereka di sebuah restoran.

Kesulitan komunikasi diantar Nuna dan Rengga sedikit teratasi sejak akhirnya kedatangan Kepala Editor Non Fiksi yang baru, atasan Rengga yang bernama Arfat Arman Arselan. Segalanya serasa berubah baik dalam diri Rengga maupun Nuna. Rengga yang sedang mengalami patah hati dan masalah keuangan yang sudah sangat parah karena hobi belanja Marsya kekasihnya, seakan menemukan sesosok yang unik dan membuat hatinya dekat dengan Nuna. Sedangkan Nuna yang masih terkejut akan kedatangan Arfat dari Australia hingga pernyataan Arfat yang membuat perasaannya bercampur aduk karena Arfat datang untuk orang yang cintainya.

Namun Nuna tidak menyadari bahwa Arfat datang hanya untuk dia. Arfat tidak menyadari sebelum ia masuk kedalam hati Nuna, hati dan pikiran Nuna sedang terbelah karena sebuah ciuman yang diberikan Rengga. Hanya sayang, setelah adegan ciuman yang datang bukan pada saat yang tepat dan bukan dari seorang kekasih , semakin memperburuk hubungan Rengga dan Nuna. Percikan api persaingan diantara kedua lelaki itu agar dapat mendapat tempat dihati Nuna begitu tajam. Seperti kisah dalam drama Korea kesukaan Nuna, kisah seorang gadis miskin pekerja keras yang disukai oleh dua lelaki kaya.

Rengga tidak dapat berbuat apa-apa keculai melampiaskan marah dan kecewanya kepada Nuna hingga membuat Nuna tersudut dan bingung. Saat tertentu Rengga tampak ramah dan baik tetapi dapat berubah menjadi sosok yang dingin dan ketus terhadapnya. Puncaknya setelah ia akan memberikan hadiah novel pertama Nuna, saat itulah Arfat secara tak langsung menyatakan hubungannya yang special dengan Nuna.

Walaupun kurang tepat, akhirnya apa yang dirasakan Rengga akhirnya dapat diungkapkannya kepada Nuna. Lagi-lagi, Rengga dan Nuna tidak mempunyai kata yang tepat untuk mengakhiri segala yang bergejolak di dalam hati dan pikiran mereka masing-masing yang saling bertolak belakang. Nuna juga tidak ingin menyakiti hati Arfat yang sudah menjadi miliknya. Semestinya ia bangga, Arfat adalah impiannya sejak dulu SMA. Tetapi hatinya tidak mampu berdusta , ia mencintai Rengga dan hatinya terkoyak serta menghindari Rengga.

Rengga meninggalkan Nuna dan karir terbaiknya di perusahaan penerbit yang sudah membesarkan namanya itu. Ia mendapat kesempatan menggapai cita-citanya dahulu sejak kuliah, menjadi seorang jurnalis TV dan itu didapatkannya disaat persoalannya begitu menghimpit dadanya. Masalahnya hatinya dengan Nuna dibiarkannya menggantung, dan belum terselesaikan saat ia terbang ke Singapura, tempat ia berkarya sebagai jurnalis untuk kawasan Asia Tenggara.

Demikian cerita yang disampaikan Ria N Badaria, dalam bukunya Writer VS Editor. Ia  menuangkan isi cerita dengan begitu menarik. Saya begitu terhanyut mengikuti tiap alur cerita serta  konflik asmara antara Arfat, Nuna dan Rengga. Ketiga tokoh ini berperan sangat baik bahkan terselip misteri yang diungkap Ria dibeberapa bagian ceritanya.

Percakapan yang menarik dan setting cerita yang ditulis Ria tidak terkesan kaku dan monoton hanya disatu tempat saja. Konflik yang diangkat Ria seputar cinta segitiga pun sangat terasa menyentak membuat novel ini terasa hidup. Bahkan setelah saya membaca habis buku setebal 307 halaman ini seakan masih sedang diantara mereka. Seperti kisah nyata yang begitu menyentuh.

Ria pun juga menyelipkan beberapa celetukan yang menghibur dan sangat humoris. Suasana kerja redaksi non fiski dari sebuah kantor penerbit digambarkan dengan jelas di setiap goresan ceritanya. Tampaknya editor novel ini berhasil memberikan suntikan ide kepada Ria tentang sebuah kantor penerbitan, sehingga alur cerita yang disampaikan sangat mengena. Lalu bagaimana kelanjutan dari kisah cinta segitiga yang menjadi gossip hangat dari kantor redaksi non fiksi ini?

Bagian akhir novel dibiarkan menjadi pertanyaan bagi pembaca. Penulis seakan memberitahukan secara tidak langsung bahwa jalan hidup yang sedang dijalani memang tidak pernah sesuai kehendak atau rencana manusia. Walupun begitu, akan terselip kejutan yang mungkin akan menyenangkan manusia atau tidak. Tergantung bagaimana manusia sebagai pelakon hidup harus siap menghadapi kehidupan yang penuh misteri, walaupun dengan ada atau tanpa rencana.

Jakarta, 01 Mei 2011
Veronica Setiawati  
Mail to : mawarputih23@gmail.com