Kraukk.com

728 x 90

my twitter

Follow g1g1kel1nc1 on Twitter

Senin, 09 Mei 2011

Cerpen : Telah Lahir Anggota Baru Keluarga


Hal yang membahagiakan bagi sepasang suami istri adalah kelahiran seorang bayi. Itulah kebahagiaan yang dirasakan oleh , Ana dan Yusuf. Mereka sudah setahun menikah. Karena Ana masih bekerja, ia dan suaminya tinggal dirumah keluarga Ana. Keluarga Ana tidak masalah juga tidak keberatan.

Setiap pasangan suami istri menghendaki agar nanti sang istri persalinan secara normal agar tidak terlalu mengeluarkan biaya yang banyak. Demikan pula dengan harapan dari Ana dan Yusuf. Akan tetapi kehendak manusia dan kehendak Tuhan sungguh jauh berbeda. Anak mereka dilahirkan secara Caecar dan tentu saja biaya yang dikeluarkan tidaklah sedikit.

Awalnya Ana tidak ada keluhan sedikitpun mengenai kelahiran bayinya. Semua tampak normal dan biasa saja. Bahkan beberapa minggu sebelumnya dokter kandungan yang selama ini merawatnya mengatakan tidak ada masalah. Perkiraan bulan berikutnya akan lahir dan Ana dianjurkan untuk mengikuti senam hamil, agar nanti persalinan dapat berjalan lancar. Namun , setelah melewati tujuh bulan Ana mengalami pendarahan pertama, namun tidak menyebabkan bayi mereka lahir premature.

Apa mau dikata, saat Ana berada dikamar mandi segumpal darah keluar. Darah tersebut makin bertambah banyak. Sontak saja ibu Ana yang sudah siap akan pergi ke gereja menghadiri ibadat Jumat Agung, segera membatalkannya. Kondisi yang panik sehingga ia dilarikan ke bidan yang hanya berbeda gang dari rumahnya. “Apa sebelumnya tidak terasa mules?” tanya bidan tersebut ketika memeriksa kandungan Ana. Ana menggeleng yakin lalu menceritakan kondisinya dan hasil pemeriksaan terakhir dari dokter kandungan.

“Ada sedikit masalah bu , plasenta yang ada di rahim saya saling bergesekan dengan kepala bayi. Rebutan ingin keluar duluan.” Bu bidan yang merawatnya tidak mau ambil resiko bila dipaksakan persalinan secara normal jika kondisinya demikian. Akhirnya Ana pun dilarikan ke rumah sakit. Persiapan yang seadanya dan ditambah dengan kepanikan ibu Ana yang pada akhirnya mengantarnya ke rumah sakit. Melihat Para perawat yang lamban menangani pasien membuat ibu Ana gusar. “Ngobrol aja sih Sus!” Akibat teguran tersebut perawat itupun dengan sigap mereka membawa Ana menuju ruang bersalin.

Di dalam ruangan yang serba putih, Ana tergeletak di atas tempat tidur. Pengobatan segera di lakukan oleh para perawat rumah sakit. Ana diberikan obat dan menunggu waktu hingga pukul 18.00 untuk melihat reaksinya. Bila pendarahan tersebut tidak berhenti juga sampai waktu yang ditentukan, alternatifnya akan dilakukan operasi untuk mengeluarkan bayi. Para keluarga Ana yang sudah berkumpul di luar ruangan menanti dengan cemas apa yang akan terjadi selanjutnya.

Yusuf, suaminya dihubungi oleh pihak rumah sakit untuk meminta persetujuan seandainya dilakukan operasi. Setelah tiba waktunya yang ditunggu, akhirnya satu keputusan diambil oleh dokter yang merawatnya bahwa Ana harus dioperasi malam itu juga. “Saya mau mengurus keperluan operasi dan segala sesuatunya di kasir. Sambil menunggu tiga dokter lagi yang akan datang untuk operasi Ana.” Demikian penjelasan Yusuf kepada keluarga Ana yang sudah berkumpul di ruang tunggu.

Gelisah bercampur panik mengetahui jalan yang harus diambil untuk sebuah persalinan. “Berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk operasi ya?” tanya ibu Ana dalam hati. Mau tak mau keputusan itu diambil karena pendarahan Ana tak kunjung reda. Ruang operasi sudah dipersiapkan oleh para perawat rumah sakit. Para keluarga tidak diperkenankan masuk ke dalam ruangan termasuk suaminya. Ana sudah pasrah di dalam kamar untuk menjalani operasi persalinan.

“Jangan menangis! Kamu sekarang sudah mau jadi ibu. Harus kuat!” petuah sang ibu detik terakhir sebelum keputusan operasi dikeluarkan pihak rumah sakit. Ibu Ana serta adik kakaknya yang masih berkumpul di ruang tunggu menyatukan hati berdoa agar diberikan keselamatan kepada Ana dan anaknya. Hingga berlinang air mata mereka memohon kepada Tuhan. Satu per satu para dokter yang akan mengoperasi Ana datang.

Ada lima dokter yang akan membantu Ana melahirkan secara Caecar termasuk dokter yang memeriksanya selama hamil. Pukul 20.30 operasi dimulai dan dengan harap-harap cemas keluarga Ana menunggu hasil operasi diluar. Pukul 22.00 muncul seorang perawat membawa kereta box bayi dan mengatakan kepada suami Ana , “Ini putera bapak. Selamat ya!” .

Seorang bayi laki-laki yang sehat sedang meronta dengan menggerakan kakinya kuat-kuat di dalam box. Segera perawat itu membawanya ke dalam ruang bayi yang tertutup. Keluarga hanya dapat memandangi bayi tersebut dari balik kaca ruangan bayi yang tidak jauh dari ruang tunggu. Lucunya dia, masih meronta saat perawat itu mengangkat tubuhnya yang kecil ke atas timbangan. Selesai diukur dan ditimbang, bayi lelaki Ana dimasukukan ke dalam kotak inkubator. Sebab ia dilahirkan belum genap 9 bulan.

Di dalam , ia meronta, menggeliat dan menendangkan kakinya yang kecil. Ibu Ana tak henti mengeluarkan air matanya melihat cucunya. “Maaf , ibu tidak dapat masuk kedalam, hanya orangtua bayi saja yang dapat melihat!” cegah perawat ruang bayi saat ibu Ana hendak menyelonong masuk ke dalam.

Dokter yang membantu persalinan mengucapkan selamat kepada keluarga Ana yang menunggu diluar. “Wah selamat ya , bayinya laki-laki dan beratnya 2.95kg. Kami kira akan kurang dari itu, ternyata sehat.” Ucapan dokter melegakan keluarga Ana. Lalu bagaimana nasib Ana setelah operasi? Masalah belum juga selesai. Malam itu pihak keluarga harus mendatangi pemesanan darah , karena kondisi Ana yang masih lemah. Ia kehilangan banyak darah.

“Ini harga yang kami sediakan untuk darah yang sudah dipesan. Harganya 350.000 dan Rp 800.000 per kantong darah. Namun, jika batal atau darah tersebut mengandung HIV atau penyakit lainnya , harga tersebut tidak dapat dibatalkan dan tetap dibayar.” Penjelasan panjang lebar perawat mengenai deretan syarat-syarat pemesanan darah membuat pening kepala. Tetapi yang terbaiklah yang dipilih oleh suami Ana, demi keselamatan istrinya.

Setelah diperiksa ulang esok paginya, kondisi tubuh istrinya sudah mulai membaik, namun harga kantong darah yang sudah dipesan tetap dibayar. Tanpa memikirkan hal tersebut, dilakukan pemindahan kamar ke kelas tiga rumah sakit bersalin yang cukup terkenal ini. Selang infuse dan salurang kencing masih terpasang ditubuh Ana. Ia masih berbaring sehari setelah menjalani operasi.

Sekitar pukul 09.00 pagi , Ana sudah bisa menyusui bayi lelakinya yang sudah tidak diletakan di kotak inkubator. “Air susu belum keluar jadi bayinya hanya ngisep putingnya aja. Bayinya matanya sipit dan mirip lu kalau sedang nangis.” Ana menjelaskan hal tersebut ketika kakaknya datang untuk menggantikan ibu , menjaganya dirumah sakit.

Ana masih lemah dan terbaring di tempat tidur. Beberapa jam datang perawat mengecek tensi darah ataupun mengambil darah. Sore hari , seorang perawat membawa bayi lelaki Ana yang belum diberikan nama itu, ke pangkuan Ana. Dengan posisi miring ia menyusui anaknya sampai ia tertidur dan dipindahkan oleh perawat ke kotak bayi di samping tempat tidurnya.

Tak lama datang dokter yang telah memantau selama kehamilan dan persalinannya. “Mulai besok, selang infuse ini dicopot semua. Besok ibu Ana sudah bisa belajar duduk, jalan dan mandi. Jahitannya juga sudah mengering.” Betapa leganya mendengar apa yang dikatakan oleh dokter yang ramah itu.

Satu persatu keluarga Yusuf datang menjenguk, karena waktu jenguk pasien sudah tiba. Mereka menyalami Ana dan memandangi bayi yang masih tertidur lelap di boxnya. Perkembangan baik bagi Ana karena ia kini sudah dapat menyusui anaknya tanpa berbaring. Dan dokter pun sudah menyatakan dirinya dan anaknya untuk pulang.

Sebuah kelahiran dengan harga yang mahal entah itu biaya ataupun nyawa. Itu semua demi seorang anggota baru keluarga Ana dan Yusuf. Walaupun demikian, mereka sangat bahagia menyambut kedatangan anak pertamanya dengan ungkapan syukur.

By : veronica setiawati
Model Dalam Foto : Paskalis Agung Rafael.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terima kasih atas komentar anda :)