Kraukk.com

728 x 90

my twitter

Follow g1g1kel1nc1 on Twitter

Sabtu, 27 Desember 2014

Renungan : Siapa Yang Ku Layani?


Seperti yang kita ketahui sebelumnya, bahwa melayani itu adalah sebuah panggilan hati. Sehingga kita dapat tergerak untuk melakukan sesuatu untuk orang lain. Lalu kepada siapa, pelayanan kita ini seharusnya diberikan?

Keluarga , adalah tempat kita memulai pelayanan. Di dalam keluarga, pekerjaan yang sederhana dan tampak biasa dilakukan dapat menjadi awal mula kita melayani. Tidak mungkin kan, pekerjaan rumah diserahkan hanya kepada satu orang saja? Atau di dalam rumah, hanya karena ia seorang kepala rumah tangga, maka menganggap dirinya adalah raja, hanya selalu memerintah dan menunjuk ?   Hanya menuntut hasil akhir yang baik tetapi mengabaikan usaha dari anggota keluarga yang lain?

Di dalam keluarga, kita dapat belajar saling melayani. Dengan talenta atau saling berbagi tugas diantara satu keluarga, maka segala urusan yang hanya dikerjakan satu orang dapat cepat terselesaikan. Tidak ada yang merasa jadi boss atau tukang suruh saja tanpa pernah mau menerima kesalahannya, tidak ada yang menjadi pelayan saja tanpa didengarkan suaranya, tidak ada yang berkelahi karena berebutan pelayanan, tetapi semuanya mau secara sukacita menjalankan tugasnya masing-masing.

Dalam keluarga, kita dapat belajar peka terhadap kebutuhan anggota keluarga yang lain. Kita belajar memahami perasaan mereka, mengenal karakter, sifat jelek atau pun kekurangan yang menjadi kelemahan dan ketakutan dari anggota keluarga kita. Dari keluarga sendiri, kita belajar mengasihi mereka dan menerima mereka apa adanya. Dari keluarga , kita belajar menerima perbedaan. Kita belajar berdoa, belajar sharing pengalaman, dan belajar bagaimana memperlakukan orang lain dengan sopan, ramah dan murah hati.

Namun yang menyedihkan, keluarga malah sering dijadikan tempat melampiaskan emosi negatif. Tanpa kita sadari , justru di dalam keluarga kita sendiri, kita sering mengeluarkan kata-kata atau perbuatan yang menyakitkan hati. Kadang juga kita merasakan ketidakpedulian, kita merasakan ketidakadilan karena mungkin orangtua, anak-anak, adek, kakak, atau anggota keluarga yang lain lebih mementingkan urusannya sendiri. Atau mungkin kita sendiri tidak adil dan tidak perduli dengan keluarga kita. Kita tidak dapat mengerti mereka karena kita hanya menginginkan kitalah yang harus dimengerti.

Ada juga karena ketakutan yang berlebihan sehingga membuat salah seorang anggota keluarga kita seperti dipenjara dan tertekan kebebasannya. Tak dipungkiri luka-luka batin dan rasa kehilangan seorang sosok dapat terjadi di dalam sebuah keluarga. Bahkan , seringkali kita mendengar, melihat atau mengalami peristiwa yang buruk terjadi di dalam sebuah keluarga seperti perceraian, sejak bayi mau di aborsi , penolakan dari orangtua, di perlakukan kasar oleh anak, kekerasan dalam rumah tangga, mengalami pelecahan seksual semasa remaja atau anak-anak, trauma perlakuan buruk dari orangtua atau dari mereka yang dianggap orangtua , dan sebagainya.

Keluarga yang seharusnya menjadi tempat belajar melayani , malah dianggap sebagai neraka yang harus dijauhi. Luka-luka yang mungkin tak kita sadari , kita bawa sampai dewasa ternyata justru menimbulkan luka kepada orang-orang yang dekat dengan kita. Niat kita untuk melayani malah justru menimbulkan masalah buat orang lain, membuat kita tidak membawa berkat, damai dan kasih kepada semua orang. Kita menyalahkan orang lain dan diri kita sendiri sehingga malah timbul pertengkaran dan sakit hati kembali. Apakah pelayanan seperti ini terus yang akan kita bawa di hidup kita?

Datanglah kepada Hati Kudus Tuhan dan mintalah penyembuhan dari Tuhan. Mintalah hati yang baru sepertiNya , Hati sebagai seorang hamba supaya kita di mampukan untuk bisa melayaniNya dengan benar. Ingatkah kisah orang Samaria yang baik hati? Kisah kebaikan orang Samarian dan orang yang di tolong adalah sikap saling melayani.

Saat kita terluka , kita adalah korban itu, kita tergeletak di jalan, harta kita sudah dirampas dan yang tersisa hanyalah tubuh kita tanpa identitas yang penuh luka pukulan dan hampir mati. Tetapi,  ternyata kebaikan Tuhan mau datang dan kita ditolong oleh orang yang baik. Kita dirawat hingga luka-luka kita sembuh dan benar-benar pulih. Kita ditolong dari trauma peristiwa yang telah terjadi sehingga pikiran kita benar-benar sembuh. Kita jadi berani untuk bisa memulai hidup yang baru. Setelah benar-benar pulih , kita dapat kembali menjalani tugas kita. Apakah kita tidak akan bersyukur dan berterima kasih kepada orang tersebut atas kebaikannya?

Apakah kita tidak akan sujud mengucap syukur tiada hentinya karena masih diberi kesempatan hidup dan melayani walaupun sudah merasa tidak pantas? Hidup kita kembali dibuat berharga untuk melayani dan mengampuni. Yah, mengampuni orang-orang yang telah melukai hidup kita dahulu, yang telah membuat kita manusia tanpa identitas, membuat kita hampir mati.

Dengan mengampuni, maka hidup baru yang telah kita terima akan kita jalani lebih bermakna lagi. Dan sebagai orang yang Samaria, apakah tidak ada rasa syukur yang timbul dari dalam hatinya karena telah membuat hidupnya menjadi bermakna untuk orang lain? Mungkin dari pertolongan yang tulus tersebut, dia menyadari bahwa menolong manusia lain tanpa melihat latar belakangnya, ada rasa syukur dari dalam hatinya karena telah menyelamatkan nyawa orang lain.

Kita pasti akan tergerak lebih lagi untuk membantu mereka yang lemah , terluka dan terbuang. Bahkan di dalam keluarganya juga , kita juga akan melayani dengan sukacita, merangkul semua anggota keluarga, memperhatikan mereka , membantu dan mendukung tiap anggota keluarga. Kita menjadi lebih baik dan bermanfaat bagi keluarga. Kisah dari orang Samaria tersebut menyadarkan kita adalah satu keluarga di dalam Tuhan. Apakah kita mau mengakuinya?

Sebagai satu keluarga, maka kita perlu saling melayani sebagai anggota keluarga. Dengan kemampuan, kepandaian, ide-ide atau pun kelebihan-kelebihan yang kita miliki, kita dapat menjadi satu team yang solid. Tidak ada kan dari tubuh kita merasa paling penting? Bayangkan, bila anggota-anggota tubuh itu saling bertengkar karena merasa telah paling berjasa, bagaimana kita bisa menjalani kegiatan kita sehari-hari?

Jika kita hanya bertengkar dan saling menyakiti satu sama lain maka tujuan kita dalam team atau satu keluarga tidak akan tercapai. Kita akan terlalu lelah karena bertengkar, kita kehilangan fokus dan tujuan untuk mencapai garis finish, karena kita masih sibuk dengan urusan pertengkaran kita yang tak kunjung selesai. Tujuan hidup kita supaya kita dapat melayani orang lain tidak dapat kita lakukan.

Jikalau begitu , siapa yang seharusnya kita layani? Angkatlah kepala kita dan bukalah mata kita dan lihatlah orang-orang yang ada di sekitar kita, komunitas kita, gereja kita. Ladang telah menguning siap untuk dituai. Kita dapat terlibat di dalam kegiatan kegereja, di lingkungan, di wilayah, di masyarakat dan negara.

Kita akan seperti domba yang akan di lepaskan di tengah-tengah kawanan srigala. Sudah siapkah kita melayani mereka? Sudah siapkah kita berkorban, sakit hati, terluka karena cinta kita di dalam pelayanan? Siapkah kita bertemu orang-orang yang bebal, orang-orang yang akan membelokan pelayanan kita ke arah lain? Siapkah kita untuk menerima dengan lapang dada , bila pelayanan kita di gantikan oranglain? Siapkah menjadikan hidup seperti roti yang terpecah bagi orang banyak ketika melayani? Siapkah kita menjaga api pelayanan kita sendiri agar selalu tetap menyala? 

Seperti kita ketahui dari kisah di kitab suci, banyak nabi, yang awal mulanya mereka menolak panggilan dari Tuhan atau merasa tidak pantas. Tetapi gerakan hati mereka membuat mereka melakukan panggilan tersebut tanpa paksaan. Kadang mereka putus asa dengan orang-orang mereka layani karena tidak sesuai harapan Tuhan dan tak jarang mereka merasa sendirian. Tetapi di saat tak berdaya seperti itu, selalu hadir suara Tuhan yang menguatkan iman mereka.

Mereka di kuatkan hatinya oleh perkataan Tuhan, hingga mereka tetap setia menjalani tugas perutusannya dan mengirimkan orang-orang yang membantunya. Mereka tidak sendirian ketika menjalankan panggilan Tuhan itu. Mereka saling bersatu hati, saling mendoakan, saling menguatkan di tengah keadaan yang sulit. Hingga mereka dapat menyelesaikan tugas perutusan itu sampai akhir hidup mereka.

Dari kisah tersebut, kita belajar bahwa selalu ada orang-orang yang disediakan Tuhan untuk kita layani dan selalu ada orang-orang yang akan membantu kita dalam pelayanan. “Kepada siapapun Kau ku utus pergilah, janganlah takut Aku menyertaimu.” sabdaNya. Bahkan Dia bisa berikan siapa saja tanpa kita pikirkan sebelumnya, untuk kita layani, contohnya  seperti kisah Rasul Philipus yang membaptis seorang sida-sida Ethiopia.

Yang kita tahu , saat kita melayani, kita tidak akan dibiarkan sendiri. Imanuel = Tuhan beserta kita itulah janjiNya. Kita akan selalu disertai dan kita akan selalu menjadi berkat untuk sesama. Kita membentuk sebuah tunas baru lewat pelayanan kita karena kemurahan hati Tuhan. Pelayanan kita seperti menabur benih. Dan hasil dari benih tanaman itu tidak bisa kita lihat saat ini, tetapi kita berharap kepada yang punya tuaian dan pekerja-pekerja ladangNya, tentulah dengan kuasaNya yang tak terlihat, Ia turut bekerja mendatangkan kebaikan bagi umatNya.

Dan lewat doa-doa kita pun kita menyerahkan mereka , orang-orang kita layani kepada Tuhan.

 Marlah berdoa :

Tuhan Yesus, kami telah belajar mengapa kami harus melayani.

Kami juga mau belajar untuk memuliakan namaMu di dalam hidup kami.

Kami mau menjadi pembawa kabar baik kepada siapa saja yang kami jumpai.

Tetapi kadang kami tidak siap untuk melayani.

Ajarilah kami memulainya dari keluarga kami.

Jadikan kami manusia yang sungguh berharga ,

dengan menjadi Roti yang terpecah bagi sesama.

Dengan kasihMu dan semangat pengampunanMu ,

maka bantulah kami dalam pelayanan kami.

Semua kami lakukan demi kemuliaan NamaMu saja. Amin

 

Selamat melayani,

Veronica Setiawati

Renungan : Mengapa Aku Harus Melayani?


Sebelum kita menjawab pertanyaan diatas , coba kita ingat kembali awal mula kita melayani. Ada yang melayani karena ajakan orangtuanya, pacar/pasangannya. Atau ada juga karena jabatannya yang harus melayani orang ataupun karena ingin mengisi waktu luang. Ada juga yang melayani karena mendapat keajaiban dari Tuhan karena telah disembuhkan dari penyakit, dibebaskan dari kesulitan, selamat dari musibah sehingga ungkapan syukur yang dilakukan adalah dengan mau melayani. Ada juga harus melayani karena kehilangan orang yang disayang dan dicintai, sehingga rasa kehilangan tersebut di salurkan untuk menolong mereka yang juga mengalami hal yang sama seperti dirinya. Dan masih banyak alasan yang lain.

Kalau di lihat dari awal mula kita melayani orang lain diluar diri kita, di mulai dari hal-hal yang sederhana. Banyak tokoh yang memulai karya pelayanan mereka karena hati mereka tergerak untuk membantu orang lain dari hal yang sepele. Melihat orang yang kelaparan di jalan dan meninggal sia-sia tanpa ada yang memperhatikan, Ibu Teresa memulai pelayanannya di India. Hanya karena alasan supaya anak-anak tidak terlibat kerusuhan setiap ada bunyi tiang listrik di Talehu – Maluku, maka Bapak Sani , tokoh utama dalam film Cahaya Dari Timur – Beta Maluku, tergerak hatinya mau melatih mereka sepakbola yang pada akhirnya membawa mereka menjadi pemenang pada pertandingan sepakbola U15. Dan masih banyak tokoh lainnya yang dapat kita renungkan alasan awal mula mereka melayani.

Kalau kita menyadari lebih dalam lagi, melayani adalah sebuah panggilan dari hati nurani kita. Melayani itu bukan ditujukan untuk kepentingan diri sendiri melainkan untuk sebuah tujuan yang baik, yakni menolong orang lain supaya hidup lebih baik, yang mungkin bisa jadi lebih baik dari dirinya sendiri. Melayani, mengajarkan kita sebuah tanggung jawab yang dikerjakan dengan sukacita dan hati yang penuh gairah. Kita secara bebas mengikuti panggilan hati kita dan menyatu dengannya, seperti darah dan denyut jantung yang tidak terpisahkan.

Hidup kita lebih banyak penderitaan, tentulah itulah kenyataan yang harus kita sadari. Kepahitan hidup dan penolakan serta tuntutan yang tinggi yang sepertinya tidak terjangkau oleh kemampuan kita selalu membuat kita putus asa dan ingin mengakhiri hidup. Hal tersebut pun akan kita alami pula di dalam pelayanan kita dan mungkin kita akan menyalahi apa yang telah kita lakukan serta merasa sudah sia-sia.

Niat baik yang kita pakai sebagai alasan untuk membantu orang lain tidak selamanya akan mendapat dukungan yang tulus juga. Dan apa yang akan kita jalani juga akan terasa berat. Untuk mengucap syukur pun rasanya tidak ada. Ketika kita dalam keadaan seperti ini, dukungan dari orang-orang yang mengerti sangat dibutuhkan. Dukungan yang penuh bahwa kita sungguh dipercayai bisa melakukan dan menyelesaikan tanggung jawab atas tugas pelayanan ini.

Dan bila kita berada diposisi orang yang memberikan dukungan. Berilah dukungan yang tulus dan sungguh dibutuhkan sehingga kita tidak seakan-akan turut menambah beban atau memojokan. Oleh sebab itu kita butuh kepekaan untuk mengetahui kebutuhan orang-orang seperti itu, seperti dihargai, diterima, didengarkan, diikutsertakan.

Kembali kepada pertanyaan di atas, disaat yang sulit apakah kita masih mau meneruskan pelayanan tersebut ataukah kita berhenti dan menambah luka ke orang-orang yang telah kita layani? kita perlu satu hati, pikiran dan tujuan ketika melayani. Karena tentulah kita tidak mau apa yang sudah kita lakukan sebagai panggilan hati ini menjadi usaha yang sia-sia. Kita sadari bahwa kita manusia terbatas , kita membuka diri dan juga memotivasi diri sendiri serta orang yang kita layani.

Ketika kita menghadapi hal yang sulit dalam pelayanan, sejujurnya masalah tersebut akan menentukan kualitas kedewasaan kita secara mental. Kita melihat kembali apakah jawaban dari panggilan ini apakah pelayanan ini sungguh-sungguh dari hati , untuk kebaikan orang banyak ataukah hanya sekedar mencari pujian semu. Apakah hanya ingin melayani ego kita sendiri?

Kesungguhan pelayanan kita diuji pada saat yang sulit dan berat di dalam pelayanan kita. Keterbukaan terhadap diri sendiri dan membutuhkan Rahmat Allah menjadi dasar semangat kita untuk kembali pada pelayanan kita. Sebagai manusia lemah dan gampang jatuh dalam kelemahannya sendiri, kita membutuhkan dukungan dari Dia, Allah Sang Raja hidup kita untuk menjalani niat baik dalam pelayanan yang telah kita lalui baik itu di dalam kesulitan maupun kejayaan.

Kita mohon agar kita dimampukan untuk menyelesaikan tugas dan tanggung jawab tersebut dan mengucap syukur selalu atas penyertaanNya yang tiada putusnya. Sehingga hidup pelayanan kita semakin meningkat dan sungguh berkualitas karena kita telah setia terhadap suatu perkara dan kita telah menyelesaikannya bersama Tuhan. Dan kita menjadi semakin bersyukur , sehingga hati kita akan semakin bersukacita dan semakin rendah hati dalam pelayanan selanjutnya karena semua hanya untuk kemuliaan NamaNya. Karena alasan tersebut maka niat kita melayani semakin diperbaiki , semakin bermakna dan semakin penuh dengan ucapan syukur.

Bersyukurlah selalu di dalam Tuhan Allah kita, karena kita turut serta di dalam pelayanan bersamaNya!

Selamat melayani,

Veronica Setiawati


Selasa, 18 November 2014

( cerpen ) Pada Satu Cinta..



Aku telah mempunyai kekasih. Walaupun dia jauh diseberang sana tetapi aku tetap menjaga hubunganku tetap baik dengannya. Aku berusaha semampuku untuk tidak mengecewakan dia. Atau pun mendengar sesuatu yang buruk tentangku , apapun itu termasuk mungkin berita tidak sedap mengenai kedekatanku dengan wanita-wanita di tempat baru ku ini.

Tujuanku datang ke kota Jakarta hanya untuk bekerja dan aku juga ikut dalam sebuah pelayanan di gereja. Namun di tengah-tengah kejenuhan hidupku, aku bertemu dengan seorang wanita. Tiba-tiba aku lupa dengan dia yang disana, aku lupa diriku dan berusaha untuk mendekati wanita yang mempunyai senyum yang manis.

Kami sama-sama dalam satu pelayanan , jadi setiap minggu ketika dia bertugas saya selalu melihat dia. Suatu hari… “Hai” sapanya. Degh , rasanya tidak percaya dia menyapaku. Aku semakin penasaran dengannya.
Saat bersamaan, dia calonku yang ada diseberang sana menghubungi ponselku. “Mas, kamu tidak pernah lagi menghubungiku? Sibuk , ya?” sebuah sms masuk saat pikiranku juga sedang memikirkan wanita itu. Ada rasa bersalah menyelinap dan malam itu , aku tidak bisa tidur. Muncul pikiran supaya apa yang aku rasakan kepada wanita itu tidak usah berlanjut.

Pada akhirnya kesempatan itu datang, entah memang semesta alam membaca dan turut merestui niatku ini. Aku berkenalan dengan wanita itu, dia ramah, periang, dan tentu punya senyum yang manis. Aku suka dengan karakter yang ada padanya. 

Kemudian aku berbicara dan berkenalan dengannya lewat sms, dia juga wanita yang cerdas, punya daya juang akan hidupnya, juga keras dan sedikit ketus. Beberapa kali aku mencoba untuk menanggapi sms nya dengan biasa dan selayaknya berteman. Memang aku menangkap bahwa wanita itu tertarik kepadaku dan memancing rasa tertarikku juga padanya. Namun, aku tidak bisa karena ada wanita lain yang akan menjadi calonku.

Aku tidak bisa mengatakan terus terang kepadanya, aku hanya ingin dia “membaca” pesanku dan mengerti kalau aku tidak bisa membalas perasaan suka yang dia tawarkan kepadaku. Aku tidak ingin menyakitinya tetapi aku telah membuatnya kecewa. Yah kecewakan dia dengan mencoba menghindar darinya. 

Suatu hari di saat pelayanan kami bertemu lagi. Ada yang berubah dan aku tidak mendekatinya. Tetapi aku menjadi malu, saat dia masih mau menyapa aku seperti biasa. Aku menyesal telah mengecewakan dia walau mungkin kata-kata makian tidak keluar dari bibirnya yang ramah. Tetapi sikapnya telah cukup menampar egoku. 

Sekarang, aku berharap dia dapat menemukan pria yang benar-benar dapat menerimanya. Dan aku banyak belajar dari kejadian ini , entah kenapa aku sangat rindu kekasihku di sana. Apa kabar dia selama aku tidak ada disampingnya? Masih setiakah ia padaku. Ku raih ponselku “Hallo sayang…”

**
PS : dari penulis .. jadi inget lagunya Glenn Fredly 
Masihkah mungkinKu kembali tuk mengisi harimu
Yang jelas hatiKu tak lagi sanggup jauh darimu

Chorus:
Aku kan berjanji
Takkan mengulang segala kesalahan
Aku kan mengabdi
Pada satu cinta dan itu dirimu
Jujur ku hanya seorang lelaki
Yang terkadang tak lepas dari goda

Harus kumiliki
Kesempatan tuk menyayangmu lagi
Chorus:
Aku kan berjanji
Takkan mengulang segala kesalahan
Aku kan mengabdi
Pada satu cinta dan itu dirimu
Jujur ku hanya seorang lelaki
Yang terkadang tak lepas dari goda

Kulihat kau ragu
Adakah yang telah mengganti aku

Jakarta, 18 November 2014
Penulis
Veronica Setiawati

Sabtu, 15 November 2014

Bunga Mimpi



Katanya itu suatu pertanda
Tapi ada yang bilang hanya sekedar pikiran alam bawah sadar
Tapi buatku bisa jadi pertanda
Atau bisa membuatku berjaga-jaga
Atau bisa sebuah jawaban yang sebenarnya

Bunga mimpi biarlah menghiasi tidurku
Apapun warna yang tampil tetaplah indah
Serahkan semuanya kepada yang kuasa
Yang memberikan taman bunga mimpiku

Jika ia berasal dari padaNya
Tentu ada tujuan dan aku harus bersiap
Hatiku harus siap, pikiranku harus siap
Karena saat itu terjadi, yang lain tak siap

Bunga mimpi biarlah menghiasi tempat istirahatku
Bila bukan daripadaNya maka akan berlalu seperti angin
Dan hanya hamparan bunga kering yang tersapu angin
Dan diantara bunga mimpiku
Ada kamu di dalamnya.

Minggu, 21 September 2014

Berani Melayani maka Berani Pula Mengampuni

Setiap orang yang melayani, tidak pernah berbuat untuk dirinya sendiri. Dan ketika ia berhadapan dengan orang lain, maka yang namanya sakit hati atau perasaan atau ke-aku-annya dilukai pasti ada. Tidak jarang , saat kita sudah menyiapkan diri untuk melayani, ternyata yang didapatin hanya membuat sakit hati, kekecewaan, kemarahan, kekesalan yang pada akhirnya merusak dari pelayanan itu sendiri. Bukan hanya tujuan dari pelayanan , tetapi komunitas itu sendiri dan semua anggotanya. Tidak ada kedamaian, kesatuan dan bahkan lebih celakanya , satu persatu mengundurkan diri karena sakit hati.

Semakin banyak orang yang mengalami sakit hati karena kebencian dari akibat pelayanan, bagaimana dapat mewartakan kasih Tuhan yang mampu mengampuni?  Hidup pelayanan pasti akan mengalami penderitaan. Seperti Yesus yang akhirnya menerima penderitaanNya karena melayani umatNya. Tetapi umatNya ternyata menolak Dia. Pelayanannya dianggap bohong , tipuan , menghasut rakyat dan Allah yang mereka sembah. Apakah ada yang enak dari pelayananNya?

Satu hal yang saya pelajari dari Yesus, saat Dia mengalami sakit hati dari pelayananNya, Dia mau mengampuni. Dia setia dan menyerahkan segalanya dalam doaNya kepada BapaNya. Hati siapakah dapat tahan dalam menahan kemarahan , kebencian dan sakit hati yang dalam namun harus tetap setia melayani? Kalau bukan Allah yang memberikan Roh Kudus ke dalam hati kita, maka sia-sialah saja pelayanan kita. Karena hanya kasih kuasa Roh Allah saja, yang memampukan setiap orang yang hendak melayani dengan tulus walaupun nantinya ia akan mengalami halangan, perasaannya dilukai, hatinya di hina, dikucilkan, diomongin orang dan segalanya itu, ia tetap bertahan.

Alasannya karena ia tahu bahwa ia menyerahkan pelayanan itu kepada Allah dan semuanya yang dilakukannya hanya untuk kemuliaan nama Tuhan saja. Tidak ada keinginan di dalam hatinya untuk mengambil keuntungan pribadi dari pelayanan itu. Dan ia menyadari bahwa pelayanan yang dipercayakan kepadanya berasal dari Tuhan sendiri. Tuhan punya maksud dan rencana memakai dirinya untuk menjadi alatNya bagi kemuliaan namaNya. Karena ia berharga dimataNya, ia telah mendapat belas kasihan Tuhan dan ia ingin membagikan kepada semua yang dilayaninya bahwa Tuhan itu sunggu baik, Ia sungguh berbelas kasih.

Saya sungguh bersyukur , bila ada yang memulai pelayanannya dengan bertanya dahulu kepada Tuhan, “Tuhan, apakah ini pelayanan saya? Apakah disini saya sungguh diperkenankan untuk memuliakan namaMu? Menceritakan tentang kebaikanMu dan kasihMU yang telah menyelamatkan hidupku?” Bila pelayanan ini adalah sungguh berasal dariNya maka mintalah juga dariNya untuk belajarlah dariNya bagaimana “lemah lembut dan rendah hati”.  Perkataan yang lemah lembut meredakan kegeraman dalam hati dan rendah hati memampukan kita mengampuni segala hal yang membuat hati kita sakit hati. Jangan biarkan hati kita dipenuhi oleh luka-luka batin yang membuat kita menjauh dari sesama. Bagaimana dapat menjadi alat bagi kemuliaan nama Tuhan bila hati kita selalu dan selalu dipenuhi oleh kemarahan dan luka batin?

Apakah kita mau seumur hidup hanya di penuhi oleh kekesalan tanpa mau mengampuni , tanpa mau merubah sikap dan terus mengagungkan ke-aku-an kita? Yesus telah berkorban dikayu salib hingga harga dirinya pun turut terluka. Namun di atas kayu salib Dia mendoakan “Ya Bapa , ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang telah mereka perbuat!” Janganlah lagi mulut kita , atau pun perkataan kita juga menyakiti orang lain. Belajar dari Yesus, yang selalu memandang kita setiap pribadi bagaimana Tuhan caranya aku harus mengampuni? Mengampuni supaya aku bisa sembuh dari sakit hati ini?

Bila kita telah sembuh karena kasih Tuhan, dan setiap orang yang kita layani pun pasti akan merasakan kehadiran Tuhan karena mereka melihat apa yang telah perubahan yang baik di dalam diri kita. Belajarlah bertahan saat mengalami hal yang buruk dalam hidupmu. Bukankah hidup kita milik Kristus dan kematian pun rasanya menjadi sebuah keuntungan bagi kita? Lalu mengapa kita mustii kawatir akan pelayanan? Apakah perlu sampai ribut merasa paling hebat, paling berjasa, paling punya andil dalam sebuah pelayanan. Jika ada orang yang tidak menghargai , tidak dipakai lagi atau disingkirkan dari pelayanan terimalah semua dengan berbesar hati. Pelayanan itu berasala dari Tuhan, Dia yang memberi dan Dia pula yang memberi. Jika Dia masih mempercayakan sebuah pelayanan yang lain, maka pasti Ia akan sediakan sebuah ladang yang baru untuk kita melayani di sana.

Dan bila kita dipercayakan oleh Tuhan, belajarlah rendah hati dan lemah lembut seperti Dia. Mintalah dalam doa pribadi kita masing-masing bagaimana caranya melayani yang benar. Mintalah hati yang lemah lembut dan rendah hati agar perkataan yang keluar dari bibir kita mampu menjawab kebutuhan orang , tidak menimbulkan pertengkaran dan mampukan diri kita selalu untuk mampu dengan rendah hati meminta ampunan kepada orang yang telah melukai hati kita. Supaya hati kita dipenuhi kebebasan dan sukacita ketika melayani selain itu semua orang dapat memuji Allah kita karena Ia telah melakukan karyaNya yang mulia bukan hanya untuk kita pribadi saja, tetapi setiap orang yang kita layani juga merasakan curahan kasih Tuhan.

Semoga kita dapat mejadi pelayan Allah yang lemah lembut dan rendah hati seperti Yesus. Pelayan Allah yang berani mengampuni dan diampuni. Berani mewartakan kasih Allah tanpa menjadi sakit hati. Sehingga nama Tuhan semakin dipermuliakan, Amin

Salam dalam kasih Tuhan Yesus,
Veronica Setiawati

Jumat, 19 September 2014

Melayani , menurut mu apa artinya?



Melayani adalah pekerjaan dari pelayan. Pelayan sekarang tidak hanya untuk mereka yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga, tetapi meluas hingga ke rumah ibadah bahkan Negara. 

Kalau di lihat dari pekerjaannya seorang pelayan itu berarti mendahulukan orang yang dilayaninya dan bila tugasnya selesai barulah dirinya sendiri. Atau bisa jadi , ia melupakan dirinya sendiri karena waktunya dan hidupnya dihabiskan untuk melayani orang.

Kalau sudah begitu , apakah ada yang mau melakukan tugas sebagai pelayan itu? Macem-macem tujuan orang mau melakukan tugas pelayanan.  Sekedar atau ada juga yang sungguh mejalankannya. Ada yang murni dan tulus menjalanan pekerjaan melayani ini ada juga yang membutuhkan imbalan dari apa yang telah dilayaninya.

Kalau menurut saya , sah-sah saja jika setiap orang menanyakan apa upahnya dari melayani ini? Karena setiap perbuatan dari hasil pemikiran dalam melayani orang pasti ada upahnya. Saya rasa , Yang Maha Kuasa pun tidak akan diam bila dilihat umatNya yang tulus dan murni melayani tidak mendapat upah dari hasilnya melayani. Bahkan untuk melayani pekerjaan yang mengandung kejahatanpun , juga ada upahnya.

Logo APP2014
Melayani , menurut saya adalah pekerjaan yang menuntut diri keluar dari ke-aku-annya karena mendahulukan orang lain, membantu orang lain dalam menyiapkan kebutuhannya , memfungsikan dirinya terlibat di dalam kelompok disekitarnya.   

Lihatlah orangtua yang mempunyai anak kecil , mereka pun melayani anak itu. Para pembantu rumah tangga, mereka melayani majikan dalam hal membereskan rumah. Guru melayani muridnya dalam hal memberikan pengetahuan. Para karyawan melayani atasan mereka dalam membantu menyelesaikan pekerjaan kantor, para mentri membantu kepala Negara dalam mengurusi bidang-bidang tertentu. Dan lainnya.

Lalu apakah melayani hanya untuk mereka yang “kelihatan” menjadi atasan? Kalau ada yang beranggapan Atasan atau para Tuan itu tidak melayani, janganlah pernah jadi Tuan. Saya malah bilang kepada mereka “Belajarlah dari para pelayanmu itu!”

Mereka , punya kekuatan ( Power ). Setiap perkataan ataupun perintah ucapannya itu menjadi perintah. Bila mereka tidak mau memberikan diri mereka untuk melayani dengan cara memperhatikan kebutuhan , memberikan kesejahteraan dan rasa aman kepada mereka yang telah setia melayaninya sebagai Tuan atau kepala. Sehingga keseimbangan dan pepatah “Saling melayani” itu sungguh dilaksanakan dan tidak terputus.
Memang sifat dan karakter manusia itu berbeda-beda, bahkan mereka pun suka menuntut lebih karena melihat dari apa yang telah dikorbankan untuk melayani. Tetapi , saya ingin bertanya, “Adakah belas kasihan sewaktu kita melayani?”

Siapapun entah tuan atau hamba, pasti akan merasakan tuntutan yang besar ketika mereka melayani. Keegoisan, persaingan, popularitas, uang, kemasyuran dan segala keinginan manusiawi ingin di dapatkan bahkan sampai mengorbankan sesamanya. Apakah harus selalu seperti itu kalau melayani?

Kita diberi kebaikan hati dan bahkan dalam ajaran keyakinan kita masing-masing pun diajarkan yang baik untuk sampai kepada Sang Maha Pencipta, tetapi kenapa dalam melayani sesama atau umatnya yang sama keyakinannya saja, harus membusungkan diri seolah-olah hanya dialah yang benar dalam melayani? Coba renungkanlah , kita sama-sama hidup di bumi yang satu dan saling berkaitan satu dengan yang lain. Seharusnya kita pun bisa untuk saling melayani.

Semoga kita dapat menggali lagi arti yang lebih dalam dari kata “Melayani” ini. Dan tanyakan pada diri sendiri di dalam doa pribadimu, apakah aku sungguh telah melayani? Dan apakah caraku dalam melayani sesamaku sudah benar?

Semoga Tuhan Memberikan Hati yang baru untuk melayani..
Salam,
Veronica Setiawati

Rabu, 17 September 2014

( Tulisan Fiksi ) Dari Mata Turun Ke Hati :D



Entah awalnya seperti apa, hingga sepasang mata itu menatap ku sangat dalam. Sungguh aku tidak ingin membalas tatapan dari seorang pria. Tidak tepat saja buatku. Bayangkan , di saat pikiran dan hatiku untuk melayani Tuhan di seputar altarNya, tanpa permisi sepasang mata itu seperti lalat yang mengangguku.


Aku tidak mengenalnya dan untuk apa membalas tatapan tajam yang seakan senang membuatku menjadi salah tingkah.  Tiba-tiba hatiku menjadi kesal, “Ooh Tuhan Yesus, ampuni aku, sebentar lagi Misa dimulai dan  aku mau tugas.Karena masalah kecil ini , tolonglah semoga kemauanku untuk melayaniMu tidak pudar.” 


Waktu itu Misa Jumat Agung akan dimulai , persiapan sudah aku lakukan supaya aku bisa menyelesaikan tugas ini. Petugas liturgy sudah siap di sakristi dan aku pun siap untuk tugas pelayanan.  Dan aku bertugas bersama dengan Prodiakon muda, yang entahlah menurut banyak orang , dia juga adalah seorang Frater. Namun tatapannya itu , dia telah mengganggu hati aku.

===========
Dan saat ini, keadaan menjadi membuatku terdiam. Kami akhirnya malah dekat. Aku mencoba eksamen diriku sendiri. Memeriksa batinku dan melihat kembali perjalanan aku dan dia. Ada yang aneh, kenapa kekesalanku berubah dan membuat kami dekat?  Setiap kali aku tugas pada sat Misa dan dia juga hadir, seakan aku ingin pura-pura tidak melihatnya. Pandangan matanya itu mengganggu tetapi membuatku ingin menatapnya. 

Aku masih ingat hal yang membuatku berubah dan sampai membuatku “terpaksa” menegurnya selalu. Mungkin akan terkesan konyol bila aku ceritakan, yakni karena mengucapkan salam “Haii!!” , alasannya : pertama karena kaget melihat dia dibalik pintu sakristi yang tiba-tiba menyalamiku, kedua karena aku sudah beberapa kali tugas atau misa tidak melihat dia dan akhirnya keluarkan sapaan itu kepada.

Dan sejak itu , karena tidak enak sudah terlanjur berucap , jadilah setiap kali kami bertemu saling mau tak mau harus menyapa. “Haii..” atau senyuman manis dan kalimat basa basi lain. Tetapi jadinya , aku malah terjebak dengan perasaanku sendiri.  

Aku tidak menyalahkan ataupun kesal akibat “keterpaksaan” yang aku buat ini. Karena lama kelamaan aku melakukannya dengan tulus karena memang ingin menyapanya atau sekedar bicara. Pikirku, kami sama-sama satu pelayanan , rasanya jadi aneh kalau tidak saling mengenal.  

Entahlah bagaimana kelak perjalanan cerita ini , namun sejak itu hidup kami pun berubah..

#untuk yang sedang suka dengan seorang frater# :)

Penulis  
Veronica Setiawati