Kraukk.com

728 x 90

my twitter

Follow g1g1kel1nc1 on Twitter

Sabtu, 27 Desember 2014

Renungan : Siapa Yang Ku Layani?


Seperti yang kita ketahui sebelumnya, bahwa melayani itu adalah sebuah panggilan hati. Sehingga kita dapat tergerak untuk melakukan sesuatu untuk orang lain. Lalu kepada siapa, pelayanan kita ini seharusnya diberikan?

Keluarga , adalah tempat kita memulai pelayanan. Di dalam keluarga, pekerjaan yang sederhana dan tampak biasa dilakukan dapat menjadi awal mula kita melayani. Tidak mungkin kan, pekerjaan rumah diserahkan hanya kepada satu orang saja? Atau di dalam rumah, hanya karena ia seorang kepala rumah tangga, maka menganggap dirinya adalah raja, hanya selalu memerintah dan menunjuk ?   Hanya menuntut hasil akhir yang baik tetapi mengabaikan usaha dari anggota keluarga yang lain?

Di dalam keluarga, kita dapat belajar saling melayani. Dengan talenta atau saling berbagi tugas diantara satu keluarga, maka segala urusan yang hanya dikerjakan satu orang dapat cepat terselesaikan. Tidak ada yang merasa jadi boss atau tukang suruh saja tanpa pernah mau menerima kesalahannya, tidak ada yang menjadi pelayan saja tanpa didengarkan suaranya, tidak ada yang berkelahi karena berebutan pelayanan, tetapi semuanya mau secara sukacita menjalankan tugasnya masing-masing.

Dalam keluarga, kita dapat belajar peka terhadap kebutuhan anggota keluarga yang lain. Kita belajar memahami perasaan mereka, mengenal karakter, sifat jelek atau pun kekurangan yang menjadi kelemahan dan ketakutan dari anggota keluarga kita. Dari keluarga sendiri, kita belajar mengasihi mereka dan menerima mereka apa adanya. Dari keluarga , kita belajar menerima perbedaan. Kita belajar berdoa, belajar sharing pengalaman, dan belajar bagaimana memperlakukan orang lain dengan sopan, ramah dan murah hati.

Namun yang menyedihkan, keluarga malah sering dijadikan tempat melampiaskan emosi negatif. Tanpa kita sadari , justru di dalam keluarga kita sendiri, kita sering mengeluarkan kata-kata atau perbuatan yang menyakitkan hati. Kadang juga kita merasakan ketidakpedulian, kita merasakan ketidakadilan karena mungkin orangtua, anak-anak, adek, kakak, atau anggota keluarga yang lain lebih mementingkan urusannya sendiri. Atau mungkin kita sendiri tidak adil dan tidak perduli dengan keluarga kita. Kita tidak dapat mengerti mereka karena kita hanya menginginkan kitalah yang harus dimengerti.

Ada juga karena ketakutan yang berlebihan sehingga membuat salah seorang anggota keluarga kita seperti dipenjara dan tertekan kebebasannya. Tak dipungkiri luka-luka batin dan rasa kehilangan seorang sosok dapat terjadi di dalam sebuah keluarga. Bahkan , seringkali kita mendengar, melihat atau mengalami peristiwa yang buruk terjadi di dalam sebuah keluarga seperti perceraian, sejak bayi mau di aborsi , penolakan dari orangtua, di perlakukan kasar oleh anak, kekerasan dalam rumah tangga, mengalami pelecahan seksual semasa remaja atau anak-anak, trauma perlakuan buruk dari orangtua atau dari mereka yang dianggap orangtua , dan sebagainya.

Keluarga yang seharusnya menjadi tempat belajar melayani , malah dianggap sebagai neraka yang harus dijauhi. Luka-luka yang mungkin tak kita sadari , kita bawa sampai dewasa ternyata justru menimbulkan luka kepada orang-orang yang dekat dengan kita. Niat kita untuk melayani malah justru menimbulkan masalah buat orang lain, membuat kita tidak membawa berkat, damai dan kasih kepada semua orang. Kita menyalahkan orang lain dan diri kita sendiri sehingga malah timbul pertengkaran dan sakit hati kembali. Apakah pelayanan seperti ini terus yang akan kita bawa di hidup kita?

Datanglah kepada Hati Kudus Tuhan dan mintalah penyembuhan dari Tuhan. Mintalah hati yang baru sepertiNya , Hati sebagai seorang hamba supaya kita di mampukan untuk bisa melayaniNya dengan benar. Ingatkah kisah orang Samaria yang baik hati? Kisah kebaikan orang Samarian dan orang yang di tolong adalah sikap saling melayani.

Saat kita terluka , kita adalah korban itu, kita tergeletak di jalan, harta kita sudah dirampas dan yang tersisa hanyalah tubuh kita tanpa identitas yang penuh luka pukulan dan hampir mati. Tetapi,  ternyata kebaikan Tuhan mau datang dan kita ditolong oleh orang yang baik. Kita dirawat hingga luka-luka kita sembuh dan benar-benar pulih. Kita ditolong dari trauma peristiwa yang telah terjadi sehingga pikiran kita benar-benar sembuh. Kita jadi berani untuk bisa memulai hidup yang baru. Setelah benar-benar pulih , kita dapat kembali menjalani tugas kita. Apakah kita tidak akan bersyukur dan berterima kasih kepada orang tersebut atas kebaikannya?

Apakah kita tidak akan sujud mengucap syukur tiada hentinya karena masih diberi kesempatan hidup dan melayani walaupun sudah merasa tidak pantas? Hidup kita kembali dibuat berharga untuk melayani dan mengampuni. Yah, mengampuni orang-orang yang telah melukai hidup kita dahulu, yang telah membuat kita manusia tanpa identitas, membuat kita hampir mati.

Dengan mengampuni, maka hidup baru yang telah kita terima akan kita jalani lebih bermakna lagi. Dan sebagai orang yang Samaria, apakah tidak ada rasa syukur yang timbul dari dalam hatinya karena telah membuat hidupnya menjadi bermakna untuk orang lain? Mungkin dari pertolongan yang tulus tersebut, dia menyadari bahwa menolong manusia lain tanpa melihat latar belakangnya, ada rasa syukur dari dalam hatinya karena telah menyelamatkan nyawa orang lain.

Kita pasti akan tergerak lebih lagi untuk membantu mereka yang lemah , terluka dan terbuang. Bahkan di dalam keluarganya juga , kita juga akan melayani dengan sukacita, merangkul semua anggota keluarga, memperhatikan mereka , membantu dan mendukung tiap anggota keluarga. Kita menjadi lebih baik dan bermanfaat bagi keluarga. Kisah dari orang Samaria tersebut menyadarkan kita adalah satu keluarga di dalam Tuhan. Apakah kita mau mengakuinya?

Sebagai satu keluarga, maka kita perlu saling melayani sebagai anggota keluarga. Dengan kemampuan, kepandaian, ide-ide atau pun kelebihan-kelebihan yang kita miliki, kita dapat menjadi satu team yang solid. Tidak ada kan dari tubuh kita merasa paling penting? Bayangkan, bila anggota-anggota tubuh itu saling bertengkar karena merasa telah paling berjasa, bagaimana kita bisa menjalani kegiatan kita sehari-hari?

Jika kita hanya bertengkar dan saling menyakiti satu sama lain maka tujuan kita dalam team atau satu keluarga tidak akan tercapai. Kita akan terlalu lelah karena bertengkar, kita kehilangan fokus dan tujuan untuk mencapai garis finish, karena kita masih sibuk dengan urusan pertengkaran kita yang tak kunjung selesai. Tujuan hidup kita supaya kita dapat melayani orang lain tidak dapat kita lakukan.

Jikalau begitu , siapa yang seharusnya kita layani? Angkatlah kepala kita dan bukalah mata kita dan lihatlah orang-orang yang ada di sekitar kita, komunitas kita, gereja kita. Ladang telah menguning siap untuk dituai. Kita dapat terlibat di dalam kegiatan kegereja, di lingkungan, di wilayah, di masyarakat dan negara.

Kita akan seperti domba yang akan di lepaskan di tengah-tengah kawanan srigala. Sudah siapkah kita melayani mereka? Sudah siapkah kita berkorban, sakit hati, terluka karena cinta kita di dalam pelayanan? Siapkah kita bertemu orang-orang yang bebal, orang-orang yang akan membelokan pelayanan kita ke arah lain? Siapkah kita untuk menerima dengan lapang dada , bila pelayanan kita di gantikan oranglain? Siapkah menjadikan hidup seperti roti yang terpecah bagi orang banyak ketika melayani? Siapkah kita menjaga api pelayanan kita sendiri agar selalu tetap menyala? 

Seperti kita ketahui dari kisah di kitab suci, banyak nabi, yang awal mulanya mereka menolak panggilan dari Tuhan atau merasa tidak pantas. Tetapi gerakan hati mereka membuat mereka melakukan panggilan tersebut tanpa paksaan. Kadang mereka putus asa dengan orang-orang mereka layani karena tidak sesuai harapan Tuhan dan tak jarang mereka merasa sendirian. Tetapi di saat tak berdaya seperti itu, selalu hadir suara Tuhan yang menguatkan iman mereka.

Mereka di kuatkan hatinya oleh perkataan Tuhan, hingga mereka tetap setia menjalani tugas perutusannya dan mengirimkan orang-orang yang membantunya. Mereka tidak sendirian ketika menjalankan panggilan Tuhan itu. Mereka saling bersatu hati, saling mendoakan, saling menguatkan di tengah keadaan yang sulit. Hingga mereka dapat menyelesaikan tugas perutusan itu sampai akhir hidup mereka.

Dari kisah tersebut, kita belajar bahwa selalu ada orang-orang yang disediakan Tuhan untuk kita layani dan selalu ada orang-orang yang akan membantu kita dalam pelayanan. “Kepada siapapun Kau ku utus pergilah, janganlah takut Aku menyertaimu.” sabdaNya. Bahkan Dia bisa berikan siapa saja tanpa kita pikirkan sebelumnya, untuk kita layani, contohnya  seperti kisah Rasul Philipus yang membaptis seorang sida-sida Ethiopia.

Yang kita tahu , saat kita melayani, kita tidak akan dibiarkan sendiri. Imanuel = Tuhan beserta kita itulah janjiNya. Kita akan selalu disertai dan kita akan selalu menjadi berkat untuk sesama. Kita membentuk sebuah tunas baru lewat pelayanan kita karena kemurahan hati Tuhan. Pelayanan kita seperti menabur benih. Dan hasil dari benih tanaman itu tidak bisa kita lihat saat ini, tetapi kita berharap kepada yang punya tuaian dan pekerja-pekerja ladangNya, tentulah dengan kuasaNya yang tak terlihat, Ia turut bekerja mendatangkan kebaikan bagi umatNya.

Dan lewat doa-doa kita pun kita menyerahkan mereka , orang-orang kita layani kepada Tuhan.

 Marlah berdoa :

Tuhan Yesus, kami telah belajar mengapa kami harus melayani.

Kami juga mau belajar untuk memuliakan namaMu di dalam hidup kami.

Kami mau menjadi pembawa kabar baik kepada siapa saja yang kami jumpai.

Tetapi kadang kami tidak siap untuk melayani.

Ajarilah kami memulainya dari keluarga kami.

Jadikan kami manusia yang sungguh berharga ,

dengan menjadi Roti yang terpecah bagi sesama.

Dengan kasihMu dan semangat pengampunanMu ,

maka bantulah kami dalam pelayanan kami.

Semua kami lakukan demi kemuliaan NamaMu saja. Amin

 

Selamat melayani,

Veronica Setiawati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terima kasih atas komentar anda :)