Kraukk.com

728 x 90

my twitter

Follow g1g1kel1nc1 on Twitter

Minggu, 26 Juni 2011

Pendakian Gunung Papandayan Garut Jawa Barat 2622 Mdpl

Perjalanan diawali dari terminal bus antar kota Lebak Bulus. Saya bersama seorang teman yang saya kenal ketika pendakian Sindoro, menuju Garut melewati Bandung. Dipilihnya Garut karena merupakan tempat kami bertemu dan kumpul, tepatnya di terminal bus Guntur. Sekitar pkl 02.00 saya dan teman saya tiba di terminal bus yang sepi dan gelap karena mati lampu.

Disebuah warung makanan seorang teman saya sudah menunggu. Disana, saya dan dua orang teman menunggu kedatangan teman-teman Belantara. Tidak begitu banyak seperti waktu pendakian Sindoro dan kebanyakan wajah-wajah baru saya kenal.

Untuk menuju Papandayan masih dilanjutkan lagi dengan menggunakan mobil kecil. Perjalanannya pun masih sekitar dua jam lagi untuk sampai di sebuah Masjid Besar Cisurupan. Dihadapannya berdiri kokoh gunung Cikuray. Sebelum pendakian, kami sempatkan diri untuk mandi dan sarapan.

Kawah Papandayan.

Dengan menyewa sebuah bak terbuka, perjalanan dilanjutkan sampai pintu masuk Papandayan. Perjalanan menuju Papandayan bukanlah jalan yang mulus dan rata. Sekitar setengah jam dari pkl 10.00 kami tiba di halaman parkir Gunung Papandayan.
Asap yang mengepul dari kawah gunung sudah terlihat dari kejauhan. Dari kejauhan Papandayan berbentuk seperti kawah yang besar. Hal tersebut terjadi karena telah mengalami beberapa kali letusan. Dan Papandayan merupakan gunung yang teraktif di Jawa Barat hingga kini.

Untuk sampai ke punggung gunung, perjalanan pun melalui kawah yang ternyata masih sangat kuat dengan aroma belerang. Jalan yang dilaluipun bukanlah jalan yang rata , melainkan berbatu dan gersang. Kalau tidak hati-hati akan menginjak letupan seperti air mendidih.

Tidak ada pemandangan selain batu-batuan yang kekuningan dan tebing-tebing disekelilingnya yang masih hijau. Penduduk pun masih ada yang melintasi jalan ini membawa hasil panenan dengan menggunakan motor atau berjalan kaki.

Di Guyur Hujan.

Selalu setiap pendakian, pasti disertai dengan hujan. Demikian juga setelah melewati kawah gunung hujan mulai menghantui perjalanan kami. Puas dengan pemandangan alam disekitarnya perjalanan dilanjutkan kermbali. Terdapat sebuah jalan yang semakin menanjak dan licin. Saya pun berjalan membungkuk sambil berpegangan dengan pohon-pohon atau menempelkan tangan saya pada batu untuk menopang langkah saya.

Perjalanan memang cukup santai. Jalan berbatu yang kami lalui diapit oleh dinding tebing dan jurang. Walaupun cukup lebar jalan yang kami lalui namun kewaspadaan tetap harus ada. Papandayan memang memiliki keindahan alam yang sangat luar biasa. Walaupun mungkin jalur yang dilalui sudah berubah untuk pendakian tetapi masih tetap memiliki pesona yang tak terbantahkan.

Hujan yang semakin deras, memaksa perjalanan sejenak berhenti pada sebuah warung yang sudah tidak berpenghuni. Di hadapan warung ini, terdapat tiga cabang jalan, seperti pertemuan tiga arah di tempat ini. Menunggu hujan reda, ada bainya mengisi perut yang kosong terlebih dahulu.

Pondok Selada Tempat Kami Bermalam.

Hujan masih belum reda tetapi perjalanan harus dilanjutkan. Melewati sebuah jalan yang setapak dan berlumpur , kami menuju tempat bermalam. Sebuah pesona air terjun yang terbentuk karena letusan begitu mempesona. Demikian juga pemandangan bukit hijau disekitarnya, menjadi sebuah pemacu untuk meneruskan perjalanan kala istirahat .

Sore hari tibalah di pondok selada tempat kami mendirikan tenda. Tempatnya cukup luas dan lapang. Di sekitarnya penuh dengan tumbuhan hijau berbeda ketika pertama kali memasuki kawah Papandayan. Terdapat aliran sungai yang airnya mengalir tanpa henti sehingga para pendakit tidak perlu kawatir akan kehabisan air.

Pemandangannya pun sangat memikat hati. Terlebih lagi tumbuh bunga-bunga eldeweis yang hanya tumbuh dan ditemukan dipuncak gunung. Nun jauh disana, terlihat juga bukit-bukit yang gersang dan mengepulkan asap. Letusan dari Papandanyan menyebabkan beberapa pohon terbakar.

Menuju Puncak.

Pagi hari pkl 06.30 bersiap menuju puncak. Kami berdelapan, lima cewek ditemani tiga cowok, melewati jalur sungai yang sudah kering dan berbatu besar-besar sebagai jalan pintas, sebab jalur yang sering dilalui sudah terputus oleh karena letusan gunung. Dari atas kami masih melihat tiga orang yang menunggu di tenda sedang memantau.

Berpegangan pada batu atau batang pohon lalu melewati celah diantara batu besar itulah yang kami lakukan untuk dapat sampai ke atas. Saya pun melangkah tinggi untuk dapat memijak batu-batuan didepan saya. Setengah jam melewati medan yang penuh bebatuan , sampailah saya di sebuah tempat yang dipenuhi tumbuhan eldeweis yang cantik dan diselimuti rerumputan.

Jalan yang dilalui semakin landai. Banyak pohon yang terlihat gosong seperti habis terbakar. Kalau berada ditempat seperti ini, tidak pernah menyangka kalau ini sudah dipuncak gunung dengan perjalanan yang sudah menguras tenaga.

Kami berpoto bersama di antara ranting-ranting yang gosong karena habis terbakar. Setelah itu , kami melanjutkan perjalanan menuruni medan berbatu bekas jalur sungai menuju tempat kami berkemah.

Perjalanan Pulang.

Siang hari waktunya rapi-rapi. Tenda dilipat kembali dan peralatan dipacking karena saatnya turun gunung. Ternyata saat pulang, kami ditemani hujan. Jalan yang dilalui berbeda. Perlahan kami menuruni tebing lalu menemukan sebuah sungai yang cukup deras.

Mau tak mau, kami harus melewatinya. Caranya, seorang teman lebih dulu menyebrang sungai tersebut yang tingginya mencapai lutut. Kemudian mengikatkan tali pada sebuah batu dan seorang yang lain menjaganya disebrang. Satu per satu teman-teman menyebrangi sungai tersebut dengan berpegangan tali. Kalau terpeleset dan tidak berpegangan tangan bisa hanyut terbawa air. Menegangkan!

Hujan deras membuat langkah saya berat. Setelah melewati arus sungai perjalanan menaiki jalan yang berlumpur baru setelah itu sampai di kawah Papandayan. Sempat berputar-putar karena salah arah, tetapi akhirnya kami dapat menemukan jalan. Kaki saya sudah nyeri , beberapa kali hampir terjatuh. Begitu sampai di parkiran , saya merebahkan diri di sebuah warung. Beku rasanya kaki saya.

Dengan bak terbuka lagi , perjalanan dilanjutkan menuju masjid besar di Cisurupan. Disana mandi dan berganti pakaian setelah itu ke terminal bus Guntur . Di terminal , bus menuju Jakarta sudah habis sejak pkl 17.00 dan kami tiba satu jam kemudian.

Keputusannya adalah menunggu bus jurusan Kampung Rambutan. Sambil menunggu, kami makan dan mencari oleh-oleh untuk dibawa pulang. Sekitar pkl 21.00, bus yang membawa kami naiki bergerak meninggalkan Garut menuju Jakarta.

penulis :veronica setiawati

pendakian tgl 29 – 31 Januari 2010

3 komentar:

  1. serruuuuuuuu
    mauuuuuuuuuu
    kak vero, kalo ada pendakian lagi bole lha.. aku diajak hehehe

    BalasHapus
  2. Haddeeehhhhhhh....
    Markotop Ver....


    Kayaknya kenal yang berkacamata dechhhhh

    BalasHapus
  3. thanks infonya.. sebentar lagi giliranku :)

    BalasHapus

terima kasih atas komentar anda :)