Kraukk.com

728 x 90

my twitter

Follow g1g1kel1nc1 on Twitter

Sabtu, 18 Juni 2011

Apa Kabar Bangunan Tua di Depok Lama?

Apa yang terlintas ketika mendengar kata Depok? Mungkin jawabannya merata adalah tempat kuliah atau pemukiman baru atau juga jalan yang macet. Memang Depok adalah tempat yang gunakan sebagai tempat belajar pada zaman raja-raja jauh sebelum Belanda masuk ke Indonesia.

Namun, perjalanan saya kali ini adalah melihat bangunan tua yang ada di Depok lama dan mengenal sejarahnya. Depok, pernah menjadi sebuah kota otonomi pada waktu pemerintahan Hindia Belanda / VOC di Batavia.

Bahkan ada seorang presiden yang mengepalai pemerintahan kota Depok. Karena saat itu kota Depok dijadikan sebagai tempat untuk mensupplai kebutuhan pangan bagi warga Batavia. Distribusi bahan pangan tersebut dengan menggunakan kereta , untuk menuju Batavia.

Kemudian ada sebuah tempat yang bernama Pondok Tjina, yang merupakan tempat berkumpulnya atau sebagai tempat persinggahan bagi para pedagang Tionghoa. Karena kebijakan pemerintahan otonomi Depok yang tidak mencampurkan etnis Tionghoa dengan penduduk asli Depok, sehingga tempat tersebut disebut Pondok Cina sampai sekarang.
Bangunan tua yang masih ada saat ini yang dapat dilihat adalah rumah Pondok Cina yang ada di sebuah mall di kawasan Margonda.

Rumah tersebut hampir saja tergusur oleh karena pembangunan mall tersebut. Karena ada pertentangan akhirnya sekarang yang masih terlihat adalah sebagian dari bangunan depannya saja.

Rumah atau pondokan yang sekarang menjadi sebuah kafe , mempunyai banyak cerita sejarah. Bangunan depan yang berwarna putih, masih tampak utuh masih berdiri tegak dengan pilar-pilar yang kokoh menyangga bangunan tersebut. Bentuk jendela dari bangunan ini pun sangat unik. Apalagi jika menengoka bagian dalamnya seperti belum ada perubahan.

Bagian tengah ruangan berjejer beberapa foto tempo dulu dari beberapa tempat yang ada di Batavia ataupun Buitenzorg. Bukti sejarah yang pernah ada di Jakarta. Ada foto-foto dari beberapa bangunan yang masih ada, bahkan penamaannya masih dikenal sampai sekarang. Dan ada yang sebagian mungkin sudah tidak dapat ditemukan lagi.

Kafe ini juga menempatkan bangku sofa, meja dan kursi kayu yang diselaraskan dengan bangunan tua ini. Kesan yang didapat , erasa menikmati suasana jaman Batavia. Kusen pintu yang ada di dalam ruangan pun tampak serasi dengan lantai yang ada. Entahlah apa sudah mengalami perubahan atau tidak.

Dari rumah pondok Cina, saya menuju sebuah jalan Pemuda. Di tempat ini , dahulu menjadi pusat pemerintahan kota otonomi Depok. Bahkan rumah presiden Depok, masih tetap berdiri walaupun sudah dimakan jaman jika dibandingkan dengan beberapa rumah mewah yang ada disekitarnya.

Peninggalan Depok Lama Yang Masih Tersisa.

Di dalam rumah yang izin bangunannya sudah mengalami pemutihan ijin mendirikan bangunan ini, pemiliknya sangat ramah. Selain itu juga, pemilik rumah presiden ini masih keturunan langsung dari Presiden Depok yang terakhir dari marga Jonathans.
Kursi yang ada di teras rumah tersebut, masih awet terjaga keasliannya. Rumah yang adem, karena plapon rumah yang tinggi. Beberapa jendela yang panjang berjejer di samping rumah merupakan ciri khas dari sebuah bangunan tua.

Di seberang jalan dari rumah ini ada sebuah rumah sakit. Dahulu, bangunan rumah sakit dan yang ada disekitarnya merupakan istana kepresidenan. Bahkan sempat ada sebuah monument depok yang sekarang berganti sebuah taman di halaman depan bangunan rumah sakit.

Berbicara tentang Depok Lama, mungkin tak lepas dari ungkapan kata “Belanda Depok” yang sering didengar. Sebenarnya, mereka adalah kaum hamba sahaya atau para budak yang dibawa dari berbagai daerah di Nusantara.

Kemudian mereka dikelompokan menjadi 12 marga yang dibentuk oleh tuannya. yakni Cornelis Chastelein. Karena belum ada bahasa persatuan, maka para budak tersebut memakai bahasa Belanda sebagai bahasa sehari-hari. Oleh sebab itulah maka sangat dikenal istilah Belanda Depok.

Tokoh yang sangat terkenal dan melegenda adalah Cornelis Chastelein bagi warga Depok. Sebab oleh dia lah , maka para budak yang sudah bekerja dengannya memiliki tanah dan rumah miliknya. Sesuai dengan yang ia tulis dalam surat wasiatnya sebelum meninggal pada tanggal 28 Juni 1714.

Selain itu ajaran dan didikan Kristen Protestan dari Cornelius Chastelein, masih tetap lestari di tempat ini. Oleh sebab itu janganlah heran, jika mengetahui di sepanjang Jalan Pemuda, terdapat 50 buah lebih, jumlah bangunan gereja.

Keistimewaan lain dari tempat yang ada disepanjang jalan pemuda ini adalah masih terdapat rumah-rumah dengan bangunan tua dengan halaman yang luas. Walaupun ada yang berubah menjadi pemukiman elite, tetapi beberapa rumah tua masih ada dan dipakai untuk beberapa syuting film. Selain itu, juga ada sebuah sekolah yang arsitektur bangunannya masih sebuah bangunan lama.

Gereja Jemaat Masehi - Tertua di Depok.

Kemudian ada sebuah gereja tua yang masih kokoh berdiri. Atap bangunan tampak dari luar begitu unik. Ternyata ada sebuah lonceng. Gereja ini masih tetap dipertahankan bentuk keasliannya walaupun ada penambahan lain. Bagian atas atau di lantai dua, ada sebuah balkon yang luas, menghadap ke altar.

Pintu-pintu yang besar dari kayu yang berwarna coklat ada disekeliling gereja ini dan berjumlah 12 pintu. Jumlah tersebut sesuai dengan jumlah marga yang di tentukan oleh Cornelis Chastelein. Dan nama-nama marga tersebut dapat dilihat pada pintu gereja yang menghadap keluar.

Nama kedua belas marga yang dibentuk oleh Chastelein tersebut adalah Jonathans, Leander, Bacas, Loen, Samuel, Jacob, Laurens, Joseph, Tholense, Isakh, Soedira dan Zadokh. Tetapi untuk marga Zadokh, sampai sekarang sudah tidak ada lagi, entahlah seperti terputus keturunannya.

Dari pintu utama, ketika saya memasuki gereja ini, ada sebuah prasasti peringatan didirikannya gereja ini. Tahun didirikannya gereja ini yakni tahun 1854 dan tahun direnovasinya tahun 1998.

Saya pun memasuki sebuah ruangan di belakang altar gereja yang digunakan untuk rapat. Di sana tercantum nama-nama Pendeta yang melayani gereja ini sejak tahun 1713. Banyak sekali.

Tepat disebelah bangunan gereja terdapat sebuah bangunan lain yang masih kokoh berdiri. Dan sekarang , bangunan tersebut menjadi tempat sebuah Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein – Depok.

Atapnya yang lebar, dengan pilar-pilar yang kokoh di teras depan. Jendela yang panjang di sampingnya dan disanggah oleh besi untuk menahan atap jendela. Sangat menawan dan unik bangunan tersebut.

Masih di dalam bangunan ini, saya melihat berbagai cerita sejarah berdirinya Gereja Jemaat Masehi yang disebelah bangunan ini. Beberapa pigura yang berisi tulisan dari berbagai harian ibukota yang membahas tentang bangunan tua di Depok yang kian merana.

Sungguh ironis, karena hanya sebagai bingkai tanpa ada tindakan yang dapat diselamatkan atau setidaknya tempat ini dijadikan satu kawasan cagar budaya. Lalu ada juga foto-foto dari Presiden Depok yang pertama beserta keluarga. Foto dari sebuah suasana perayaan peringatan kota Depok.

Di sebuah whiteboard yang terpajangm, terdapat ringkasan perjalanan kedatangan Chastelein hingga meninggalnya di Depok. Dan pada tanggal meninggalnya Chastelein dirayakan sebagai hari jadi kota Depok dan kebebasan bagi para budaknya. Sebab, mereka telah mendapat warisan dari tanah-tanah dan bangunan miliknya.

Ada juga sebuah foto dari gedung gereja di sebelahnya. Dan juga sebuah foto dari Jembatan Panus. Jembatan Panus, juga sangat terkenal di kota Depok. Jembatan tertua yang sekarang sudah tidak dapat dilintasi kendaraan dalam jumlah yang besar.

Jembatan yang dibangun oleh seorang arsitek dari Belanda dapat dilihat kontruksi bangunannya jika berada dibawahnya. Saya menuruni jalan kecil menuju tepi sungai di bawah jembatan. Dua lengkungan seperti terowongan dan sebuah bangunan peyangga jembatan berdiri di tengah sungai. Disana ada gambar berupa garis yang menentukan ketinggian air sungai.

Keadaan jembatan ini sudah berlumut. Oleh sebab itu dibangun lagi sebuah jembatan agar setiap kendaraan tidak lagi melintasi jembatan tua tersebut. Ada juga sebuah lokasi pemakaman bagi dua belas marga yang ada di Depok ini.

Letaknya cukup jauh bila berjalan kaki, tepat di sebuah lapangan. Bentuk bangunan nisan yang terdapat di pemakaman ini beragam. Ada yang kotak, atau ada juga yang atapnya kerucut. Kemudian nama-nama orang yang sudah meninggal tercantum di tembok bangunan itu.

Biasanya atas permintaan keluarga, jenasah yang dimakamkan dijadikan satu dengan keluarga yang sudah mendahuluinya. Ada juga makam dari presiden Depok, letaknya di tengah pemakaman.

Rumah Cimanggis.

Setelah puas berkeliling dan menyusuri bangunan tua di sekitar kota Depok lama, perjalanan selanjutnya adalah menuju sebuah rumah tua yang dahulu merupakan salah satu tempat singgah saat menuju kota Buitenzorg atau kota Bogor.

Rumah Cimanggis lebih dikenal saat ini, letaknya di dalam lokasi RRI – Cimanggis. Ketika mobil bus yang saya tumpangi memasuki kawasan RRI terlihat banyaknya menara dan kawat-kawat kabel pemancar.

Dari kejauhan sudah terlihat atap rumah dari rumah Cimanggis ini. Ketika sudah sampai di depan rumah tersebut, wah tampak seperti rumah hantu karena tertutup pohon yang rimbun. Saat saya mendekati bangunan tersebut, atap bagian bawah sudah hampir rubuh. Dan ternyata ada seorang penjaga yang menempati rumah ini.

Kondisi rumah ini sudah mengenaskan dan benar-benar seperti rumah hantu. Atap langit-langit yang rubuh dibagian samping dari pintu masuk dibiarkan begitu saja. Selain itu penuh debu dan penuh sampah dari bongkahan kayu. Kusen pintu dan ukiran yang ada di setiap pintu masih utuh. Ukiran bunga dan malaikat sangat dominan diatasnya.

Rumah ini sangat luas. Ada beberapa ruangan yang luas di dalamnya. Jendela yang besar-besar menjadi cirri khas rumah yang dibangun oleh David J. smith antara tahun 1775 dan 1778. Pemilik dari rumah tersebut adalah janda Gubernur Jendral van der Parra. Ia meninggal pada tahun 1787 dan Smith yang akhirnya mewarisi seluruh kekayaannya.

Bagian belakang rumah ini juga masih sangat luas dan dipenuhi pohon serta semak belukar. Ada juga sebuah kolam kecil. Kalau saya membayangkan, dahulu rumah ini pasti sangatlah besar jika sebagai tempat persinggahan. Sebab dahulu untuk mencapai kota Buitenzorg masih menggunakan kuda serta harus melewati rawa, sungai dan jembatan yang rusak.

Sekarang, rumah ini sudah tidak berpenghuni lagi dan entahlah masa depan rumah ini, apakah akan dijadikan tempat yang sangat bermanfaat untuk melestarikan peninggalan sejarah, atau mungkin suatu saat diratakan dengan tanah.

*salah satu tulisan yang ada dalam kumpulan cerita Perjalanan Jelajah Kota Tua*

jkt, 17 Juni 2011
penulis : Veronica Setiawati

4 komentar:

  1. Kok bisa gereja didirikan tahun 1854 tapi pendeta melayani sejak 1713?

    BalasHapus
  2. wahhh saya baru tahu kalau di depok ada rumah cimanggis yah, tepatnya dimana yah??? kebetulan tinggal di depok ^_^

    BalasHapus
  3. Berharap semoga nasib Rumah Cimanggis itu tidak seperti di Karawaci, Tangerang, karena rumah besar itu sudah berubah menjadi Ruko Teuku Umar dan MC.Donald. Sungguh kelewatan dengan pihak yang melakukan itu. Padahal rumah itu milik Oey Djie San, seorang bangsawan keturunan Chinese. Di area rumah itu juga ada gedung bernuansa Belanda. Sekarang hanya bisa dilihat di google. Dan tidak tahu kemana berkasnya. Mungkin nasib yang pertama dialami adalah Gedung HARMONIE dan Rumah PONDOK GEDE. Apa harus rumah itu rubuh dengan sendirinya ?? Selama ini, kemana pemerintahan daerah setempat ?? Apa yang dikerjakan ??? Kemana orang yang ditugaskan untuk melestarikan kebudayaan ??? Kelak jika saya sudah jadi orang yang ber-uang, saya akan berpartisipasi untuk gedung-gedung bersejarah yang terlupakan. Amin.
    Bungaran Timothy
    kelas G / 2010 / Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti - Veteran - Bintaro

    BalasHapus
  4. saya setuju dengan pelestarian peninggalan masa lampau terutama bangunan2 peninggalan Belanda....Bangunan2 tersebut seperti memiliki jiwa,tidak seperti bangunan jaman sekarang

    BalasHapus

terima kasih atas komentar anda :)