Kraukk.com

728 x 90

my twitter

Follow g1g1kel1nc1 on Twitter

Minggu, 10 April 2016

Bens Perfecto, Diantara Obsesi dan Cinta

Kata El, penulis yang telah dianggap Ben menghancurkan impiannya. "Lu ( kamu ), hanya bikin kopi dengan obsesi, sedangkan Pak Seno dengan cinta."
 
Ben, dibalik sikapnya yang santai dan cuek terhadap masalah yang dihadapi Jody. Ia mempunyai kemarahan yang berlarut-larut, membuat saya bertanya, kenapa? Tapi ternyata dia membuka dirinya sebenarnya.
 
Kata-kata Pak Seno sama persis dengan apa yang dikatakan ayah Ben waktu kecil mengena ke dirinya. Airmata itu telah mengatakan lebih banyak kesedihan hidupnya. Bagi saya, beruntung sekali Ben dapat bertemu orangtua itu. Setidaknya, peristiwa yang mungkin sudah ia kubur bertahun-tahun itu seperti bangkit kembali di kebun kopi milik Pak Seno.
Saya juga senang perkataan Pak Seno bahwa tanaman perlu disayangi. Kelihatan dari caranya merawat kebun kopi itu, memperlakukannya seperti manusia diperhatikan gizinya. Diajak bicara juga.
 
Kisah pilu Ben kecil mungkin itulah yang membuatnya begitu terobesi dengan kopi. Sang ayah petani kopi di desa. Dialah menurut saya sumber obsesi Ben menjadi barista. Ayahnya mengajarinya bagaimana meracik kopi. Biji kopi itu disangrai lalu ditumbuk. Diajarinya dia meracik kopi. Ben jatuh cinta dengan kopi. Justru ayahnya juga yang menghancurkan impian Ben ini. Kematian ibunya membuat Ben kecil patah hati.
 
Cara ayahnya yang melarang dengan kasar dan tamparan itu melukai perasaannya. Luka batin yang dibawa sampai ia dewasa, kembali dibuka di kebun kopi Pak Seno. Menyakiti hati Ben yang kini sudah menjadi seorang barista terkenal. Sebuah luka yang harus disembuhkan oleh ia yang telah melukainya. Dan karena itu, ia berani menemui ayahnya.

 

##
Kopi hadir diantara mereka. Diseduh dan diminum bersama. Kopi menyatukan kembali dua manusia yang terpisah dinding kemarahan. Menyatukan jarak antara ayah dan anak. Ayahnya memberitahukan alasan mengapa ia harus berhenti. Ia ingin melindungi anaknya. Ben merasa bersalah telah menganggap ayahnya sebagai pembunuh ibunya.
 
Ada kalanya orangtua itu salah cara, sehingga melukai hati anak. Seperti apa yang dikatakan Pak Seno,  seandainya Tiwus masih hidup. "Kami ini orangtua yang tidak sempurna, kami mau minta maaf kepada Tiwus."  Menurut saya, perkataan ini yang akhirnya meruntuhkan dinding hati Ben yang keras penuh marah kepada ayahnya.
 
Filosopi Kopi, membuat saya melihat realita keluarga yang tidak sempurna bukan seperti dalam dongeng. Walaupun tidak sempurna, keluarga itu adalah rumah dimana kita tahu bahwa disitu adalah tempat kita pulang dan merasa diterima.
 
Seperti Jody yang datang mencari Ben. Karena Ben bagi dia adalah keluarganya. Mereka tumbuh sama-sama sejak kecil. Mereka saling membutuhkan satu dengan lainnya.

" Lu ama gue ibarat hati dan kepala." kata Jody. Dengan kopi mereka berbaikan kembali, berbicara dari hati ke hati. Aahh kopi memang dapat melumerkan suasana.
Diakhir coretan ini saya agak kecewa kenapa El tidak diberikan secangkir kopi saja oleh Ben? Sehingga mereka bisa saling bicara.
 
Lainnya saya agak terganggu dengan penampakan orang yang di seberang kedai, sedang memandang ke arah kedai seakan sedang ada pertunjukan disana.Padahal kedai itu tidak ramai, saat adegan itu ada Joko Anwar dan Rio Dewanto disitu. Kemudian Chicco Jericho datang. Ya emang sih nyatanya, ia sedang melihat pembuatan film tersebut.
 
Kalau tidak salah Jody akrab banget ya dengan El selama perjalanan ke Ijen, tempat Pak Seno dan banyak cerita tentang keluarga mereka masing-masing. Gimana yah kelanjutannya? Sedangkan yang difokuskan di Film ini hanya Ben. Soalnya ending ceritanya gantung banget. Kesannya cerita is sudah selesai karena telah menang taruhan satu milyar. Agak ngga nyambung aja.
 
Film ini temanya adalah kopi. Diadaptasi dari buku kumpulan cerita dan prosa satu dekade, tulisan Dee Lestari yang berjudul Filosopi Kopi. Cerita yang diangkat ke layar lebar ini mengalami penyesuaian tokoh dan tahun dari cerita versi bukunya.
 
Kalau ada sekuelnya semoga ceritanya padat, bermakna dan nancep dihati. Hehe.. Tapi itu terserah sih..
 
@g1g1kel1nc1
Coretan by Veronica Setiawati
30 Maret 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terima kasih atas komentar anda :)