Melayani adalah pekerjaan dari pelayan. Pelayan sekarang
tidak hanya untuk mereka yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga, tetapi
meluas hingga ke rumah ibadah bahkan Negara.
Kalau di lihat dari pekerjaannya seorang pelayan itu berarti
mendahulukan orang yang dilayaninya dan bila tugasnya selesai barulah dirinya
sendiri. Atau bisa jadi , ia melupakan dirinya sendiri karena waktunya dan
hidupnya dihabiskan untuk melayani orang.
Kalau sudah begitu , apakah ada yang mau melakukan tugas
sebagai pelayan itu? Macem-macem tujuan orang mau melakukan tugas
pelayanan. Sekedar atau ada juga yang
sungguh mejalankannya. Ada yang murni dan tulus menjalanan pekerjaan melayani
ini ada juga yang membutuhkan imbalan dari apa yang telah dilayaninya.
Kalau menurut saya , sah-sah saja jika setiap orang
menanyakan apa upahnya dari melayani ini? Karena setiap perbuatan dari hasil
pemikiran dalam melayani orang pasti ada upahnya. Saya rasa , Yang Maha Kuasa
pun tidak akan diam bila dilihat umatNya yang tulus dan murni melayani tidak
mendapat upah dari hasilnya melayani. Bahkan untuk melayani pekerjaan yang
mengandung kejahatanpun , juga ada upahnya.
Logo APP2014 |
Melayani , menurut saya adalah pekerjaan yang menuntut diri
keluar dari ke-aku-annya karena mendahulukan orang lain, membantu orang lain
dalam menyiapkan kebutuhannya , memfungsikan dirinya terlibat di dalam kelompok
disekitarnya.
Lihatlah orangtua yang
mempunyai anak kecil , mereka pun melayani anak itu. Para pembantu rumah
tangga, mereka melayani majikan dalam hal membereskan rumah. Guru melayani
muridnya dalam hal memberikan pengetahuan. Para karyawan melayani atasan mereka
dalam membantu menyelesaikan pekerjaan kantor, para mentri membantu kepala
Negara dalam mengurusi bidang-bidang tertentu. Dan lainnya.
Lalu apakah melayani hanya untuk mereka yang “kelihatan”
menjadi atasan? Kalau ada yang beranggapan Atasan atau para Tuan itu tidak
melayani, janganlah pernah jadi Tuan. Saya malah bilang kepada mereka
“Belajarlah dari para pelayanmu itu!”
Mereka , punya kekuatan ( Power ). Setiap perkataan ataupun
perintah ucapannya itu menjadi perintah. Bila mereka tidak mau memberikan diri
mereka untuk melayani dengan cara memperhatikan kebutuhan , memberikan
kesejahteraan dan rasa aman kepada mereka yang telah setia melayaninya sebagai
Tuan atau kepala. Sehingga keseimbangan dan pepatah “Saling melayani” itu
sungguh dilaksanakan dan tidak terputus.
Memang sifat dan karakter manusia itu berbeda-beda, bahkan
mereka pun suka menuntut lebih karena melihat dari apa yang telah dikorbankan
untuk melayani. Tetapi , saya ingin bertanya, “Adakah belas kasihan sewaktu
kita melayani?”
Siapapun entah tuan atau hamba, pasti akan merasakan
tuntutan yang besar ketika mereka melayani. Keegoisan, persaingan, popularitas,
uang, kemasyuran dan segala keinginan manusiawi ingin di dapatkan bahkan sampai
mengorbankan sesamanya. Apakah harus selalu seperti itu kalau melayani?
Kita diberi kebaikan hati dan bahkan dalam ajaran keyakinan
kita masing-masing pun diajarkan yang baik untuk sampai kepada Sang Maha
Pencipta, tetapi kenapa dalam melayani sesama atau umatnya yang sama
keyakinannya saja, harus membusungkan diri seolah-olah hanya dialah yang benar
dalam melayani? Coba renungkanlah , kita sama-sama hidup di bumi yang satu dan
saling berkaitan satu dengan yang lain. Seharusnya kita pun bisa untuk saling
melayani.
Semoga kita dapat menggali lagi arti yang lebih dalam dari
kata “Melayani” ini. Dan tanyakan pada diri sendiri di dalam doa pribadimu,
apakah aku sungguh telah melayani? Dan apakah caraku dalam melayani sesamaku
sudah benar?
Semoga Tuhan Memberikan Hati yang baru untuk melayani..
Salam,
Veronica Setiawati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
terima kasih atas komentar anda :)