Aku bercermin dan melihat diriku yang tidak sempurna.
Aku marah “Hei Siapakah kamu?”
Sebagian diriku sedih karena aku ditolak
Aku merasa tidak berharga lagi, aku minder dan menarik
diriku lebih dalam lagi.
Lalu aku melihat sebagian diriku itu menjadi bukan seperti dirinya.
Ia menjadi seperti yang menjadi impiannya.
Namun sayang, lambat laun ia kecewa. Dan semakin dalam aku
menumpuk kecewa ini.
Saat aku rapuh dan semua orang menolak aku, semua orang
menganggap aku rendah dan tidak berdaya.
Saat semua orang yang aku harapkan pergi dan saat aku
menolak belas kasihan serta perhatian dari orang-orang menjadi sahabat baikku.
Sebuah sentuhan kasih menyentuh lembut ke dalam batinku.
Ia menyapaku , sabar terhadap kemarahanku, perduli akan
diriku.
Ia tak pernah putus asa kepadaku walaupun aku telah
mengusirnya untuk pergi.
Ia tak pernah menyerah untuk mengasihi aku.
Aku berharga di matanya. Aku tak mengerti mengapa aku
dikasihinya.
Tetapi perlahan aku mulai membuka diriku, mulai percaya pada
diriku sendiri.
Aku mulai melihat Ia sungguh mengasihiku dan mengajariku
untuk memaafkan diriku sendiri.
Mengajariku untuk menerima kelemahan dan kekurangan diriku
sendiri.
Mengajariku untuk menjadi diriku sendiri tanpa harus menjadi
orang lain.
Karena Ia telah mengasihiku dan membuatku berharga di dalam
pandangan matanya.
Aku kembali menemukan jati diriku sebenarnya, karena aku
adalah manusia yang berharga dan mempunyai nilai.
Aku berharga karena Tuhanlah yang telah mengasihiku dan
mengembalikan hidupku lagi.